Jakarta (ANTARA) - Anggota DPR RI Yan Permenas Mandenas meminta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk menertibkan tambang emas ilegal di Sungai Wariori, Kabupaten Manokwari, Papua Barat.
Yan dalam keterangan diterima di Jakarta, Kamis mengungkapkan kondisi Sungai Wariori sudah berubah drastis akibat pengerukan tambang.
"Yang terjadi di Distrik Wasirawi, khususnya disepanjang batang air dari Kali Wariori atau Sungai Wariori, bentuk dari pada sungai ini sudah berubah total, menjadi kolam-kolam besar yang ditinggalkan oleh aktivitas pertambangan emas ilegal," kata anggota DPR RI dari Daerah Pemilihan (Dapil) Papua itu.
Diketahui, Yan bersama Bupati Manokwari Hermus Indou meninjau langsung lokasi tambang tersebut pada Kamis hari ini.
Yan menilai lambannya penertiban tidak lepas dari adanya oknum yang membekingi tambang ilegal tersebut.
"Kalau tidak ada pejabat yang bermain, mustahil tambang sebesar ini bisa berjalan terus. Peringatan sudah kami sampaikan kepada Menteri ESDM sejak tiga tahun lalu, tetapi hingga kini belum ada langkah tegas. Pemerintah pusat jangan tutup mata," ujarnya.
Apalagi, lanjut Yan, Presiden Prabowo Subianto sudah menegaskan penertiban tambang ilegal dalam pidatonya di Sidang Tahunan MPR 2025, yang menyoroti 1.068 titik tambang ilegal dengan potensi kerugian negara mencapai Rp300 triliun.
Tanpa langkah nyata dari pemerintah pusat, sebut dia, janji penertiban tambang ilegal tak akan tercapai. Sementara, masyarakat Papua terus menanggung dampaknya.
Saat tinjauan tersebut, Yan bersama Bupati Manokwari melihat kerusakan sungai di lokasi tambang itu.
Aliran Sungai Wariori yang biasanya deras kini hanya menyisakan lubang-lubang besar berisi air keruh kehijauan. Di.salah satu sisi, ekskavator masih beroperasi mengeruk badan sungai. Sementara, dua pekerja tampak menyemprotkan air ke bebatuan untuk mencari butiran emas.
Jejak merkuri sebagai bahan kimia pemisah emas diduga kuat mencemari air, mengancam ribuan warga yang bergantung pada sungai tersebut.
Di area tambang, banyak pekerja memilih bersembunyi di balik bedeng begitu melihat rombongan tiba. Di beberapa sisi sungai tampak bedeng dengan atap terpal yang menjadi tempat tinggal sementara para buruh tambang.
Sebagian besar pekerja diketahui bukan berasal dari Papua, melainkan didatangkan dari berbagai daerah di Indonesia seperti Sulawesi, Jawa hingga Sumatera. Mereka direkrut langsung oleh pengusaha tambang yang berhubungan dengan kepala suku sebagai pemilik tanah ulayat.
Sementara itu, Bupati Manokwari Hermus Indou menekankan dampak serius yang dirasakan masyarakat akibat aktivitas ilegal itu.
"Air yang seharusnya digunakan warga untuk bertani kini tercemar bahan kimia berbahaya. Pertanian stagnan dan warga gagal panen," ujarnya.
Selain pencemaran, Hermus menyoroti banjir yang berulang kali melanda wilayah hilir. Sedimentasi akibat galian tambang membuat aliran Sungai Wariori menyempit dan meluap ke permukiman.
"Lebih dari 4.000 warga terdampak. Rumah hingga tempat ibadah sempat terendam banjir selama dua pekan," ungkapnya.
Hermus mengatakan kendala lain yang dihadapi pemerintah daerah adalah keterbatasan kewenangan.
"Kami hanya bisa koordinasi dengan aparat penegak hukum agar dilakukan penertiban. Jika perlu, kita tata melalui koperasi agar masyarakat juga bisa menikmati hasil secara legal," katanya.
Sementara itu, Kapolda Papua Barat Irjen Pol. Johnny Eddizon Isir menegaskan pihaknya konsisten menindak tambang ilegal, terutama yang menggunakan alat berat.
Polda Papua Barat, kata dia, sudah menindak sejumlah kasus dan memastikan tidak ada anggotanya yang terlibat.
"Saya sudah sampaikan kebijakan bahwa tidak ada anggota polda yang terlibat dalam berbagai aktivitas penambangan ilegal, bukan cuma tambang tetapi berbagai bentuk lainnya. Kalau ada, akan langsung kita tindak," ujarnya.
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Hisar Sitanggang
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.