Jakarta (ANTARA) - Ketua Komite Ahli Hepatitis dan Penyakit Infeksi Saluran Pencernaan (PISP) Prof. David H. Muljono mengatakan hepatitis B dan C memiliki potensi merusak fungsi hati secara permanen tanpa disertai gejala khas pada tahap awal infeksi.
“Baik hepatitis B maupun C sama-sama dapat menyebabkan radang pada sel hati dan jika tidak ditangani akan berkembang menjadi fibrosis, bahkan kanker hati,” kata David dalam siaran daring temu media "Bergerak Bersama Putuskan Penularan Hepatitis" yang diikuti di Jakarta, Selasa.
Ia menjelaskan proses kerusakan hati akibat infeksi virus berlangsung perlahan. Dalam banyak kasus, pasien tidak menyadari gejala apapun hingga hati mengalami kerusakan parah, tidak lagi mampu memproduksi albumin dan pembeku darah.
Gejala khas seperti rasa lesu, mual, atau urine berwarna gelap kerap diabaikan karena menyerupai keluhan ringan sehari-hari. “Tiba-tiba saja pasien datang dalam kondisi hati sudah keras dan sulit dinilai. Di situlah bahayanya,” ucap David.
Baca juga: Penanganan hepatitis diintegrasikan ke dalam layanan CKG
Menurutnya, sebagian pasien baru mencari pertolongan ketika mengalami komplikasi serius, seperti muntah darah atau kulit dan mata menguning akibat kebocoran bilirubin ke dalam darah.
Ia menambahkan gatal-gatal juga dapat menjadi salah satu gejala awal, meski tidak spesifik. Karena itu ia menekankan pentingnya pemeriksaan rutin dan deteksi dini terutama bagi kelompok berisiko tinggi.
“Penyakit ini sering kali diam-diam merusak tubuh. Jika ingin mencegahnya, deteksi dini dan edukasi masyarakat adalah kunci,” ujarnya.
Data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mencatat bahwa hingga Juli 2025 terdapat 6,7 juta warga Indonesia terinfeksi hepatitis B dan sekitar 2,5 juta terinfeksi hepatitis C. Dari jumlah tersebut sebagian besar belum terdiagnosis dan belum mendapatkan pengobatan.
Untuk itu Kemenkes mengintegrasikan layanan deteksi dan pengendalian hepatitis ke dalam Program Cek Kesehatan Gratis (CKG) sebagai upaya memperluas jangkauan skrining dan mempercepat eliminasi hepatitis B dan C di Indonesia.
Baca juga: Kemenkes: Hepatitis B dominan ditularkan transmisi dari ibu ke anak
Direktur Penyakit Menular Kemenkes Ina Agustina Isturini mengatakan integrasi tersebut dilakukan untuk memperkuat akses layanan kesehatan primer dan menjaring kelompok berisiko sejak dini melalui pemeriksaan gratis di fasilitas kesehatan.
“Melalui Program CKG, masyarakat bisa memeriksa tekanan darah, gula darah, kolesterol, dan kini juga mencakup hepatitis. Ini memperkuat deteksi dini tanpa menambah beban biaya,” kata dia.
Salah satu intervensi yang terintegrasi adalah pemeriksaan hepatitis B pada ibu hamil. Data tahun 2024 menunjukkan ada 49.142 ibu hamil reaktif HBsAg dan 93 persen bayi mereka telah menerima vaksin hepatitis B dan imunoglobulin (HBIG) dalam 24 jam pertama setelah lahir.
Ia juga menegaskan target eliminasi hepatitis pada 2030 harus didukung dengan penguatan layanan berbasis komunitas.
Baca juga: Menkes: Harus diatasi, penyakit hepatitis tantangan serius
Pewarta: M. Riezko Bima Elko Prasetyo
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.