WHO adopsi kesepakatan pandemi global pertama di dunia

3 hours ago 3

Jenewa, Swis (ANTARA) - Negara-negara anggota Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang berjumlah 194 negara secara resmi mengadopsi kesepakatan pandemi pertama di dunia pada Selasa (20/5), menandai tonggak penting dalam kerja sama kesehatan global.

Keputusan konsensus dalam Sidang Kesehatan Dunia ke-78 itu merupakan hasil lebih dari tiga tahun perundingan, yang dipicu oleh ketimpangan dan kelemahan sistem kesehatan global yang terungkap selama pandemi COVID-19.

Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, menyambut kesepakatan ini sebagai “kemenangan bagi kesehatan publik, ilmu pengetahuan, dan aksi multilateral.” Ia menekankan bahwa perjanjian tersebut akan memperkuat kemampuan kolektif dunia dalam mencegah dan merespons pandemi di masa depan.

“Masyarakat, negara, dan perekonomian kita tidak boleh lagi dibiarkan rentan,” ujarnya.

Baca juga: WHO desak AS kembali danai perawatan kesehatan global

Kesepakatan itu diadopsi melalui konsensus dalam sidang pleno, setelah sebelumnya disetujui hampir bulat dalam pemungutan suara di komite pada Senin (19/5), dengan hasil 124 negara mendukung, 0 tanpa penolakan, dan 11 abstain.

Kesepakatan itu memuat prinsip-prinsip dan instrumen penting untuk memastikan akses yang adil terhadap vaksin, pengobatan, dan alat diagnostik selama keadaan darurat kesehatan.

Tujuannya adalah memperkuat koordinasi internasional dan membangun sistem kesehatan global yang lebih tangguh.

Baca juga: ILO ungkap penelitian tentang AI mentransformasi K3 di tempat kerja

Presiden Sidang WHO tahun ini, Teodoro Herbosa, menyebut perjanjian itu sebagai “kesempatan sekali seumur hidup” untuk menerapkan pelajaran dari pandemi COVID-19. Ia mendorong implementasi cepat sistem yang menjamin akses setara terhadap alat penyelamat jiwa dalam krisis mendatang.

Kesepakatan itu juga menegaskan kembali kedaulatan nasional, dengan penjelasan bahwa WHO tidak memiliki wewenang untuk memaksakan kebijakan domestik seperti lockdown (penutupan akses untuk keluar maupun masuk secara total) atau mandat vaksin.

Langkah selanjutnya adalah perundingan mengenai sistem Akses dan Pembagian Manfaat Patogen (Pathogen Access and Benefit-Sharing/PABS), yang dianggap penting untuk menjamin akses cepat terhadap bahan biologis dan manfaat terkait selama wabah.

Sumber: Anadolu

Baca juga: Badan Pengungsi PBB ingatkan risiko wabah penyakit akibat sampah Gaza

Baca juga: WHO kecam pembunuhan tenaga medis Palestina oleh Israel

Baca juga: WHO: 75 persen misi PBB ke Jalur Gaza ditolak masuk Israel

Penerjemah: Primayanti
Editor: M Razi Rahman
Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |