Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua Komisi XII DPR RI Putri Zulkifli Hasan menekankan urgensi kebijakan berkeadilan soal bahan bakar minyak (BBM) antara stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) milik negara dan milik swasta.
“Pertamina memang mendominasi dengan ribuan SPBU dan Pertashop, sementara swasta hanya sekitar lima persen. Namun, keberadaan SPBU swasta juga menyerap tenaga kerja dan melayani masyarakat maka setiap kebijakan harus memperhatikan keberlanjutan pelaku usaha dan pekerjanya,” kata Putri dalam keterangan di Jakarta, Jumat.
Dia mengaku mendukung setiap kebijakan energi yang memperkuat ketahanan nasional. Namun begitu, ia mengingatkan pentingnya komunikasi publik yang transparan.
“Rakyat butuh kepastian, bukan kegaduhan. Mitigasi dan sosialisasi yang tepat akan menjaga kepercayaan publik terhadap pemerintah, sekaligus mendukung agenda besar Presiden Prabowo Subianto dalam mewujudkan swasembada,” ucapnya.
Lebih lanjut Putri menegaskan pentingnya langkah antisipatif pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk mencegah potensi kelangkaan BBM di berbagai SPBU.
Menurut dia, stabilitas distribusi energi merupakan salah satu kunci kepercayaan publik terhadap pemerintah.
“BBM adalah kebutuhan dasar masyarakat dan dunia usaha. Setiap gangguan distribusi akan langsung berdampak pada ekonomi rumah tangga, transportasi, hingga industri kecil dan menengah. Karena itu, pemerintah harus memastikan mitigasi yang matang agar tidak ada keresahan di masyarakat,” ujarnya.
Diketahui, kelangkaan BBM telah berlangsung sejak Agustus 2025 di sejumlah SPBU swasta. Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengatakan pengelola SPBU swasta, seperti Shell dan BP-AKR, telah mendapat tambahan kuota impor BBM pada 2025.
"Begini, impor untuk 2025 kan kuotanya itu 110 persen dibandingkan 2024. Sangatlah tidak benar kalau kita tidak berikan kuota impor. Tetapi, untuk selebihnya silakan kolaborasi B to B (business to business) sama Pertamina," kata Bahlil di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (9/9).
Sementara itu, Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Muhammad Qodari menyatakan pihaknya akan mengkaji skema impor BBM satu pintu melalui Pertamina yang belakangan menjadi sorotan.
"Mohon waktu, karena ini masih transisi dan ini juga isu relatif baru muncul di media, kita mau kaji yang mudah-mudahan nanti kajian-kajian dari KSP ini bisa menjadi masukan, bila perlu pembanding," kata Qodari di Gedung Bina Graha, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (18/9).
Pewarta: Fath Putra Mulya
Editor: Hisar Sitanggang
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.