Survei: perusahaan Jerman nilai perjanjian dagang UE-AS tambah beban

1 month ago 9

Berlin (ANTARA) - Perjanjian perdagangan yang baru diumumkan antara Uni Eropa (UE) dan Amerika Serikat (AS) memicu kekhawatiran, alih-alih optimisme, di kalangan perusahaan Jerman, dengan mayoritas dari mereka mengantisipasi beban yang lebih berat, ungkap sebuah survei yang dirilis pada Rabu (6/8) oleh Kamar Dagang dan Industri Jerman (DIHK).

Survei tersebut, yang mengumpulkan respons dari sekitar 3.500 perusahaan Jerman, menunjukkan bahwa 58 persen di antaranya memperkirakan kesepakatan itu akan menimbulkan beban baru. Di kalangan perusahaan yang secara langsung terlibat dengan pasar AS, angka tersebut naik menjadi 74 persen.

Disepakati pada akhir Juli antara Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen dan Presiden AS Donald Trump, perjanjian itu menetapkan bahwa sebagian besar ekspor UE ke AS kini akan dikenakan tarif sebesar 15 persen. Sebagai gantinya, UE telah berkomitmen untuk meningkatkan impor produk energi AS dan meningkatkan investasi di pasar Amerika.

Direktur Eksekutif DIHK Helena Melnikov menggambarkan kesepakatan tersebut sebagai "pil pahit" bagi ekonomi Jerman. Dia memperingatkan bahwa alih-alih meredakan ketegangan perdagangan, kesepakatan itu kemungkinan akan meningkatkan biaya operasional, menimbulkan hambatan birokrasi tambahan, dan merusak daya saing.

"Masih belum jelas apakah kompromi ini akan bertahan dalam jangka panjang. Komisi Eropa harus mendorong perbaikan ekonomi yang nyata dalam negosiasi mendatang," ujar Melnikov.

Foto yang diambil pada 28 Mei 2025 ini menunjukkan pemandangan Terminal Peti Kemas Tollerort di Hamburg, Jerman. (ANTARA/Xinhua/Zhang Fan)

Sejak Maret, AS telah memberlakukan tarif yang semakin tinggi terhadap impor dari UE, termasuk baja, aluminium, mobil, dan suku cadang kendaraan, langkah-langkah yang telah menimbulkan kerusakan signifikan bagi eksportir Jerman, tambah Melnikov.

Menurut laporan DIHK, hampir 75 persen dari semua responden telah mengalami dampak negatif dari kebijakan perdagangan AS, terutama disebabkan oleh ketidakpastian kebijakan dan tarif yang lebih tinggi.

Situasi tersebut bahkan lebih buruk bagi perusahaan yang beroperasi langsung di AS, dengan sekitar 90 persen melaporkan dampak negatif. Lebih dari setengah di antaranya menyebutkan rencana untuk mengurangi perdagangan dengan AS, sementara 26 persen berencana mengurangi atau menangguhkan investasi di pasar Amerika.

Dua pertiga perusahaan yang disurvei beralih ke pasar-pasar alternatif, terutama perekonomian-perekonomian emerging di Asia.

"Tidak ada pemenang dalam kebijakan tarif AS. Kebijakan itu merugikan bisnis dan konsumen di kedua sisi Samudra Atlantik," tegas Melnikov.

Di antara perusahaan-perusahaan yang terdampak oleh kenaikan tarif, 84 persen di antaranya menyatakan akan membebankan setidaknya sebagian dari kenaikan biaya kepada pelanggan mereka di AS, sebuah langkah yang berpotensi memperburuk tekanan inflasi di AS.

Pewarta: Xinhua
Editor: Ade irma Junida
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |