Jakarta (ANTARA) - Sekretaris mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Wahyu Setiawan sejak 2017-2020, Rahmat Setiawan Tonidaya menyebut pernah melihat Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menemui Wahyu.
Rahmat, saat menjadi saksi dalam sidang kasus dugaan perintangan penyidikan perkara korupsi tersangka Harun Masiku dan pemberian suap, mengatakan pertemuan itu dilakukan pada tahun 2019.
"Saat itu sedang istirahat rekapitulasi rapat pleno terbuka. Jadi beliau (Hasto) bersama saksi partai politik yang lain ke ruangan bapak (Wahyu)," kata Rahmat dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat.
Kendati demikian, dirinya mengaku lupa melihat pertemuan itu pada bulan apa. Tetapi yang pasti, momennya terjadi saat tahapan rekapitulasi terbuka pada pemilihan umum legislatif (pileg).
Dalam pertemuan, Rahmat menuturkan Hasto bersama dengan beberapa saksi dari partai politik terlihat berbincang sambil merokok di dalam ruangan Wahyu.
Baca juga: PH Hasto bantah "perintah ibu" mencuat di sidang menjurus ke Megawati
Disebutkan bahwa dirinya bisa melihat pertemuan tersebut lebih jelas lantaran ruang kerjanya berada di depan ruangan Wahyu. Namun, ia tidak mengetahui agenda apa yang dibahas karena tidak turut serta dalam perbincangan.
"Tetapi seingat saya di situ Pak Hasto bersama saksi dari beberapa partai, saksi dari PDIP juga ada di situ. Saya lupa ada berapa partai di situ, tapi sepengetahuan kami Pak Hasto bukan saksi caleg atau pileg," tuturnya.
Rahmat bersaksi dalam sidang kasus dugaan perintangan penyidikan perkara korupsi tersangka Harun Masiku dan pemberian suap yang menyeret Sekjen DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto sebagai terdakwa.
Dalam kasus itu, Hasto didakwa menghalangi atau merintangi penyidikan perkara korupsi, yang menyeret Harun Masiku sebagai tersangka pada rentang waktu 2019-2024.
Sekjen DPP PDIP tersebut diduga menghalangi penyidikan dengan cara memerintahkan Harun, melalui penjaga Rumah Aspirasi, Nur Hasan, untuk merendam telepon genggam milik Harun ke dalam air setelah kejadian tangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017-2022 Wahyu Setiawan.
Baca juga: Hasto disebut talangi Rp1,5 miliar jadikan Harun Masiku anggota DPR
Baca juga: Sidang Hasto kembali diwarnai kericuhan akibat tudingan penyusup
Tak hanya ponsel milik Harun Masiku, Hasto juga disebutkan memerintahkan ajudannya, Kusnadi, untuk menenggelamkan telepon genggam sebagai antisipasi upaya paksa oleh penyidik KPK.
Selain menghalangi penyidikan, Hasto juga didakwa bersama-sama dengan advokat Donny Tri Istiqomah; mantan terpidana kasus Harun Masiku, Saeful Bahri; dan Harun Masiku telah memberikan uang sejumlah 57.350 dolar Singapura atau setara Rp600 juta kepada Wahyu pada rentang waktu 2019-2020.
Uang diduga diberikan dengan tujuan agar Wahyu mengupayakan KPU untuk menyetujui permohonan pergantian antarwaktu (PAW) calon legislatif terpilih asal Dapil Sumsel I atas nama anggota DPR periode 2019—2024 Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.
Dengan demikian, Hasto terancam pidana yang diatur dalam Pasal 21 dan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 65 ayat (1) dan Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Rangga Pandu Asmara Jingga
Copyright © ANTARA 2025