Bandung (ANTARA) - Wakil Ketua DPRD Jabar Ono Surono mengungkapkan sehubungan dengan penghapusan dana hibah pesantren oleh Gubernur Jabar Dedi Mulyadi guna memberikan keadilan dan menghindari relasi politik, ada penilaian bahwa hal itu mengabaikan aspirasi publik.
Terlebih, kata Ono, dalam efisiensi APBD Jawa Barat yang saat ini menghapus sejumlah usulan dari masyarakat tanpa melalui pembahasan yang melibatkan DPRD Jabar, di mana selain hibah untuk ponpes, juga bantuan organisasi kemasyarakatan, serta kegiatan usulan kabupaten/kota, memicu reaksi keras dari berbagai kalangan masyarakat dan sejumlah fraksi di DPRD Jawa Barat.
"Mereka menilai keputusan penghapusan tersebut tidak hanya mengabaikan aspirasi publik, tetapi juga mencederai semangat kolaborasi dan prinsip musyawarah, misalnya hibah Ponpes," kata Ono di Bandung, Jumat.
Ono mengingatkan kalaupun ada pondok pesantren yang diduga oleh Gubernur Dedi Mulyadi memperoleh anggaran besar, maka perlu verifikasi dan jangan dicoret begitu saja tanpa melibatkan DPRD maupun dari ponpes tersebut.
"Kalaupun Ponpes menerima hibah hanya untuk memenuhi unsur atau aspek politik (relasi politik) itu sah saja. Sama halnya dengan gubernur datang ke suatu tempat, desa atau satu organisasi dan dia menjanjikan akan membantu," ujar dia.
Lebih lanjut, Ono menjelaskan semangat membangun bangsa dan negara berdasarkan nilai-nilai Pancasila dan falsafah negara, menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor yang semestinya terwujud melalui keterlibatan semua elemen dari masyarakat, tokoh agama, akademisi, hingga pejabat politik dalam setiap proses perencanaan pembangunan.
"Implementasi prinsip kolaboratif di Jabar saat ini masih jauh dari harapan. Harusnya, kolaborasi hadir tidak hanya sebagai jargon dalam pidato atau dokumen formal, tetapi harus menjadi pijakan nyata dalam penyusunan kebijakan," ucap dia.
Ono mengatakan dalam konteks perencanaan pembangunan daerah, kolaborasi itu idealnya dilandasi beberapa aspek, yakni teknokratis, partisipatif, politis, dan top-down-bottom-up.
"Kolaborasi yang melibatkan kajian akademik dari perguruan tinggi, menempatkan masyarakat bukan hanya sebagai objek, tapi juga subjek pembangunan. Ada juga aspek politis yang mengakomodasi visi misi kepala daerah serta anggota DPRD, kemudian melalui pendekatan top-down dan bottom-up. Ini memungkinkan komunikasi dua arah antara pemerintah pusat dan daerah dari atas ke bawah dan sebaliknya," kata Ono.
Atas efisiensi dengan penghapusan dana hibah ini, Ono berharap pimpinan DPRD Jabar segera merespon aspirasi masyarakat dan kegelisahan anggota DPRD Jawa Barat untuk merumuskan kembali kebijakan yang lebih adil dan menyeluruh.
Dia juga menegaskan pentingnya verifikasi terhadap ponpes yang diduga menerima anggaran besar, agar tidak terjadi penghapusan dana secara sepihak tanpa melibatkan pihak terkait.
Semangat kolaborasi yang merupakan manifestasi dari nilai-nilai Pancasila bahkan kearifan lokal Sunda, Silih Asah, Silih Asih, Silih Asuh' bisa benar-benar diimplementasikan.
"Khususnya melalui proses pembangunan yang menyentuh langsung kebutuhan dan kesejahteraan masyarakat Jawa Barat," tuturnya.
Sebelumnya Pemprov Jabar mencukur rencana kucuran hibah ke sejumlah pesantren dalam pergeseran APBD 2025, dimana tercatat ada 370 lebih lembaga yang direncanakan bakal menerima kucuran hibah, yang tertera di Sub Pengelolaan Sarana dan Prasarana Spiritual.
Lembaga-lembaga itu akhirnya batal menerima hibah karena kebijakan pergeseran anggaran, dan tersisa hanya pada dua lembaga, yakni Lembaga Pengembangan Tilawatil Qur’an (LPTQ) Jabar dengan nilai Rp9 miliar dan Yayasan Mathlaul Anwar Ciaruteun Udik di Kabupaten Bogor senilai Rp250 juta.
Selain hibah ke pondok pesantren yang dihapuskan, kucuran hibah masih mengalir ke sejumlah lembaga.
Baca juga: Komisi VIII tetap ingin ada dana hibah-pendidikan pesantren
Kucuran hibah itu tercatat dalam dokumen Pergub Nomor 12 Tahun 2025 tentang Penjabaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2025, antara lain PMI Jabar dengan nilai Rp1,8 miliar, meski sudah terpangkas dari rencana sebelumnya Rp2,1 miliar.
Kemudian Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jabar Rp 3,4 miliar, DPD KNPI Jabar Rp2 miliar dari rencana sebelumnya Rp5,5 miliar dan NPCI Jabar Rp10 miliar dari sebelumnya Rp12,1 miliar.
Lalu Kormi Jabar Rp1 miliar dari sebelumnya Rp3,7 miliar. Ada juga KONI Jabar untuk pembinaan prestasi Rp30 miliar dari sebelumnya Rp31,1 miliar.
Selanjutnya ada Kwartir Daerah Gerakan Pramuka Jabar Rp1 miliar, Kanwil Kemenag Jabar untuk layanan petugas haji Rp19,2 miliar, PWNU Jabar Rp1,7 miliar, dan Persis Jabar Rp560 juta.
Berikutnya yang nilainya tak terusik atau tergeser adalah hibah bantuan keuangan kepada partai politik di Jabar, nilainya dihitung berdasar perolehan suara masing-masing.
Lalu ada juga hibah dana operasional organisasi ke sejumlah instansi vertikal di Jabar, nilai anggarannya juga tak terusik. Misalnya untuk Polda Jabar Rp44,963 miliar, Pangkalan TNI AL Bandung Rp16,5 miliar, hingga Kodam III/Siliwangi Rp54 miliar.
Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2025