Jakarta (ANTARA) - Saksi a de charge alias saksi meringankan kasus dugaan perintangan penyidikan dan suap, Cecep Hidayat, menyebutkan Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto pernah memiliki nomor telepon seluler atau ponsel luar negeri pada sekitar tahun 2024.
"Tahun kemarin ada nomor luar (negeri) Hasto yang saya simpan," ujar Cecep, yang merupakan teman kuliah Hasto, dalam sidang pemeriksaan saksi a de charge di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat.
Namun demikian, dirinya mengaku tidak ingat kode nomor luar negeri tersebut karena sudah menghapusnya.
Dikatakan bahwa penghapusan nomor dilakukan lantaran nomor luar negeri itu sudah tidak aktif sejak November 2024.
Selain itu, dirinya menyampaikan bahwa tidak mengetahui apabila nomor luar negeri Hasto tersebut memiliki nama Sri Rejeki.
Saat ini, Cecep mengaku hanya memiliki nomor ponsel Hasto dengan nomor dalam negeri atau dengan kode awalan +62.
"Sepanjang kuliah juga ia mempunyai nomor provider dalam negeri," tuturnya.
Sebelumnya, penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Rossa Purbo Bekti menyatakan nomor telepon seluler atau ponsel dengan nama Sri Rejeki Hastomo, yang memerintahkan penenggelaman ponsel kepada Kusnadi, merupakan milik Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto.
Rossa, saat menjadi saksi kasus dugaan perintangan penyidikan perkara korupsi tersangka Harun Masiku dan pemberian suap, mengatakan dugaan tersebut berdasarkan penglihatan penyidik sebelum memeriksa Hasto maupun staf pribadinya, Kusnadi.
Pada saat mereka di bawah dan kami ambil video, itu terlihat ponsel dengan nomor tersebut dikuasai oleh Hasto dan kemudian diserahkan, dititipkan kepada Kusnadi," ujar Rossa dalam sidang pemeriksaan saksi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (9/5).
ia menjelaskan terdapat tiga unit ponsel yang disita dari Hasto dan Kusnadi saat pemeriksaan oleh penyidik saat itu. Satu ponsel milik Hasto, sedangkan dua ponsel lainnya berisikan nomor telepon internasional dengan nama Sri Rejeki Hastomo dan Gara Baskara yang disita dari Kusnadi.
Cecep bersaksi pada sidang kasus dugaan perintangan penyidikan perkara korupsi dan suap yang menyeret Hasto Kristiyanto sebagai terdakwa.
Dalam kasus tersebut, Hasto didakwa menghalangi atau merintangi penyidikan perkara korupsi yang menyeret Harun Masiku sebagai tersangka dalam rentang waktu 2019–2024.
Sekjen DPP PDI Perjuangan itu diduga menghalangi penyidikan dengan cara memerintahkan Harun, melalui penjaga Rumah Aspirasi, Nur Hasan, untuk merendam telepon genggam milik Harun ke dalam air setelah kejadian tangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017—2022 Wahyu Setiawan.
Tidak hanya ponsel milik Harun Masiku, Hasto juga disebutkan memerintahkan ajudannya, Kusnadi, untuk menenggelamkan telepon genggam sebagai antisipasi upaya paksa oleh penyidik KPK.
Selain menghalangi penyidikan, Hasto juga didakwa bersama-sama dengan advokat Donny Tri Istiqomah; mantan terpidana kasus Harun Masiku, Saeful Bahri; dan Harun Masiku memberikan uang sejumlah 57.350 dolar Singapura atau setara Rp600 juta kepada Wahyu dalam rentang waktu 2019—2020.
Uang diduga diberikan dengan tujuan agar Wahyu mengupayakan KPU untuk menyetujui permohonan pengganti antarwaktu (PAW) calon anggota legislatif terpilih dari Daerah Pemilihan Sumatera Selatan I atas nama Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.
Dengan demikian, Hasto terancam pidana yang diatur dalam Pasal 21 dan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 65 ayat (1) dan Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Baca juga: Saksi meringankan sebut Hasto dua kali tolak tawaran jadi menteri
Baca juga: Hasto susun nota pembelaan untuk sidang kasus perintangan pakai AI
Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.