Saat pejabat menjelma jadi idola masyarakat

20 hours ago 2

Jakarta (ANTARA) - Masyarakat yang sekian lama sering terpana pada panggung hiburan, tiba-tiba sorot kagum itu berbelok. Bukan lagi hanya kepada selebritas yang hidup dari gemerlap lampu, melainkan kepada para pemegang kuasa yang biasanya hanya lewat sebagai nama dalam berita.

Ketika seorang pejabat benar-benar bekerja, ketika kebijakan terasa sampai ke dapur rakyat, ketika kehadirannya membasuh letih masyarakat, maka publik pun mulai jatuh hati.

Apakah ini pertanda bahwa bangsa ini mulai rindu pada teladan? Atau justru karena terlalu lama kita tidak melihat pejabat yang benar-benar bekerja, hingga satu sosok baik pun terasa seperti cahaya yang tertinggal di ujung waktu?

Dulu, ketika berbicara soal idola, pikiran kita otomatis melayang ke layar kaca atau panggung hiburan. Para penyanyi, pemain film, atlet, hingga bintang drama Korea menjadi wajah yang kita sambut dengan sorak-sorai dan kekaguman.

Belakangan ini, ada pergeseran yang menarik: sebagian masyarakat mulai menaruh pujaan pada sosok yang dalam keseharian justru bergelut dengan rapat, laporan, dan kerja birokrasi. Pejabat publik — yang biasanya hanya mampir di berita politik — kini hadir sebagai figur yang diceritakan, dipuji, dan direspons layaknya selebritas.

Fenomena ini tidak muncul tanpa sebab. Di tengah kejenuhan publik terhadap praktik korupsi dan drama kekuasaan, tiap kemunculan pejabat yang bekerja dengan bersungguh-sungguh terasa seperti menemukan sumur jernih di tengah gurun. Kejujuran, ketegasan, keberanian membongkar praktik curang, serta kesigapan turun ke masyarakat menjadi pesona baru yang justru sulit dijumpai di panggung hiburan.

Nama-nama, seperti Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, misalnya, banyak diperbincangkan karena sepak terjangnya yang garang pada mafia dan praktik korup birokrasi. Gaya koboi dan atensinya pada rakyat melejitkan namanya bak bintang. Di mata publik, keberanian seperti ini otomatis berubah menjadi magnet kekaguman.

Begitu pula Menteri Pertanian Amran Sulaiman, yang kerap menuai sorotan positif berkat langkah-langkahnya menindak para pelaku impor pangan ilegal. Ketika isu pangan berulang kali membuat resah warga, hadirnya pejabat yang berperang langsung melawan permainan harga dan mafia komoditas terasa seperti tokoh utama dalam cerita rakyat modern.

Di Jawa Barat, Gubernur Dedi Mulyadi (Demul) menghadirkan pesona yang berbeda. Kehadirannya di tengah masyarakat, dari desa ke desa, dari rumah warga, hingga pasar tradisional, membuatnya tampak dekat, ringan tangan, dan menyatu dengan kehidupan rakyat. Banyak video kesehariannya yang beredar luas, dan publik pun menyambutnya dengan antusias, sebagaimana menyambut konten para selebritas digital.

Fenomena ini memperlihatkan satu hal: masyarakat merindukan teladan. Ketika pejabat publik bekerja melampaui yang seharusnya, memihak warga tanpa pamrih, dan menunjukkan sikap yang membuat hidup terasa sedikit lebih adil, maka kekaguman itu lahir dengan sendirinya. Bahkan, tanpa panggung, tanpa lagu, tanpa drama — hanya lewat kerja yang nyata dan ketulusan yang menular.

Pesona idola

Yang unik dari pejabat idola adalah: tanpa mereka sadari, rakyat sudah menobatkan mereka sebagai “figur publik baru”—lengkap dengan tingkah fandom yang biasanya kita jumpai di panggung konser, bukan di ruang birokrasi.

Di banyak kesempatan, interaksi warga dengan pejabat idolanya justru melahirkan kisah-kisah yang tak kalah menghibur dibanding tayangan televisi. Lihat saja Menkeu Purbaya, yang hampir selalu disergap permintaan swafoto setiap kali muncul di hadapan publik. Jempol khasnya menjadi semacam ikon baru. Pernah ada wartawan yang saking gemasnya memohon, “Pak, sekali lagi jempolnya, Pak!”, dan Purbaya hanya tertawa sambil menuruti — membuat suasana jumpa pers seketika berubah menjadi fan meeting dadakan

Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |