Jakarta (ANTARA) - Terpidana Gregorius Ronald Tannur mengaku tidak mengetahui bahwa terdapat tawaran uang damai dari penasihat hukumnya, Lisa Rachmat kepada keluarga Dini Sera Afrianti, yang merupakan korban pembunuhan oleh Ronald Tannur.
Pasalnya, kata dia, tak ada koordinasi atau komunikasi dirinya kepada keluarga korban selama proses hukum berlangsung.
"Saya hanya meminta maaf dan mencium kaki Ibu Dini ketika di Polrestabes Surabaya," kata Ronald saat menjadi saksi pada persidangan kasus dugaan suap dan gratifikasi yang menjerat tiga hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Selasa.
Namun, sambung dia, permohonan maaf itu dilakukan karena merasa bersalah telah merugikan banyak orang, bukan karena pernah melakukan apa pun kepada Dini.
Meski begitu, dirinya menyampaikan bahwa sempat menyiapkan tiket pesawat untuk orang tua dan kakak Dini saat dia sedang berada dalam proses hukum di Polrestabes Surabaya.
Baca juga: Terpidana Ronald Tannur sebut tak pernah minta divonis bebas
Ronald pun menuturkan pada saat hari meninggalnya Dini, keduanya sedang dalam keadaan mabuk karena setelah minum alkohol.
"Jadi sepertinya Dini meninggal karena asam lambungnya naik setelah minum alkohol itu," ungkapnya.
Ronald Tannur bersaksi pada sidang tiga orang hakim nonaktif Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang didakwa menerima suap berupa hadiah atau janji sebesar Rp4,67 miliar dan gratifikasi dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi atas pemberian vonis bebas kepada dirinya pada tahun 2024.
Tiga orang terdakwa tersebut, yakni Erintuah Damanik, Heru Hanindyo, dan Mangapul.
Suap yang diduga diterima tiga hakim tersebut meliputi uang senilai Rp1 miliar dan 308 ribu dolar Singapura atau Rp3,67 miliar (kurs Rp11.900).
Lebih terinci, uang tunai senilai 48 ribu dolar Singapura atau Rp571,2 juta diterima Erintuah dari Ibu Ronald Tannur, Meirizka Widjaja Tannur, dan Lisa Rachmat (penasihat hukum Ronald Tannur).
Kemudian, senilai 140 ribu dolar Singapura atau Rp1,66 miliar diterima dari Meirizka dan Lisa, serta sebanyak Rp1 miliar dan 120 ribu dolar Singapura atau Rp1,43 miliar dari Merizka dan Lisa diterima oleh Heru Hanindyo.
Baca juga: Ronald Tannur jadi saksi sidang kasus suap tiga hakim PN Surabaya
Sedangkan uang tunai senilai 140 ribu dolar Singapura dibagi-bagi untuk tiga terdakwa, yakni Erintuah senilai 38 ribu dolar Singapura atau Rp452,2 juta, Mangapul senilai 36 ribu dolar Singapura atau Rp428,4 juta, dan Heru senilai 36 ribu dolar Singapura atau Rp428,4 juta. Sisanya senilai 30 ribu dolar Singapura atau Rp357 juta disimpan oleh Erintuah.
Ketiga terdakwa diduga telah mengetahui bahwa uang yang diberikan oleh Lisa bertujuan menjatuhkan putusan bebas (vrijspraak) terhadap Ronald Tannur dari seluruh dakwaan penuntut umum.
Selain suap, ketiga terdakwa juga diduga menerima gratifikasi berupa uang dalam bentuk rupiah dan berbagai mata uang asing, yakni dolar Singapura, ringgit Malaysia, yen Jepang, euro, serta riyal Saudi.
Dengan demikian, perbuatan para terdakwa diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf c atau Pasal 6 Ayat (2) atau Pasal 5 Ayat (2) dan Pasal 12 B juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.
Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Rangga Pandu Asmara Jingga
Copyright © ANTARA 2025