Jakarta (ANTARA) - Indonesia resmi menutup Proyek REDD+ Result-Based Payment (RBP) GCF Output 1 yang dijalankan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) dengan keberhasilan penurunan emisi sebesar 20,25 juta ton karbon dioksida ekuivalen (CO2e).
Sekretaris KLH/Sekretaris Utama Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH) Rosa Vivien Ratnawati dalam pernyataan dikonfirmasi dari Jakarta, Selasa, mengatakan telah berhasil diturunkan emisi 20,25 juta ton Co2e ada periode 2014-2016 dan mendapatkan insentif internasional sebesar 103,8 juta dolar AS (sekitar Rp1,7 triliun) dari Green Climate Fund (GCF) sebagai bentuk pengakuan atas kinerja Indonesia dalam mengendalikan perubahan iklim.
"Dengan koordinasi dan kerja sama yang baik, pengelolaan REDD+ dapat berjalan dengan lancar dan mencapai target yang diharapkan," ujarnya.
"Melalui Paris Agreement, Indonesia sudah berkomitmen menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 31,89 persen dengan upaya sendiri dan hingga 43,20 persen dengan dukungan internasional pada 2030. Komitmen ini harus dijalankan secara transparan dan akuntabel, karena target iklim adalah tanggung jawab bersama seluruh sektor," tambahnya.
Baca juga: Kemenhut: Indonesia dapat porsi pendanaan iklim RBP REDD+ terbesar dari GFC
Berbicara di acara penutupan di Jakarta, Senin (6/10), dia menyebut dana iklim tersebut dikelola secara transparan dan akuntabel oleh Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) bekerja sama dengan UNDP, dan telah dimanfaatkan untuk memperkuat Strategi Nasional REDD+ 2021-2030, membangun Sistem Registri Nasional (SRN PPI) serta SIGN SMART, sekaligus meningkatkan kapasitas tata kelola dari tingkat pusat hingga daerah.
Pencapaian itu, jelasnya, membuktikan bahwa Indonesia bukan hanya mampu menjaga kelestarian lingkungan, tetapi juga mampu mengubah aksi iklim menjadi manfaat nyata bagi masyarakat sekaligus warisan berharga bagi generasi mendatang.
Vivien menyoroti bahwa keberhasilan Proyek REDD+ RBP ini menjadi fondasi penting menuju target yang lebih ambisius, seperti FOLU Net Sink 2030 dan visi Net Zero Emission 2060 atau lebih cepat.
Dalam kesempatan yang sama, Wakil Menteri Kehutanan (Wamenhut) Rohmat Marzuki menekankan dimensi strategis REDD+ tidak hanya dalam pengurangan emisi, tetapi juga dalam pemberdayaan masyarakat lokal dan adat.
"Pengelolaan dana REDD+ ini tidak hanya menekan emisi gas rumah kaca, tetapi juga memberikan manfaat nyata bagi masyarakat lokal maupun adat. Kami mengapresiasi semua pihak yang telah bekerja keras untuk mencapai capaian ini," kata Wamenhut Rohmat Marzuki.
Baca juga: Kemenhut luncurkan rencana investasi RBC-4 dukung FOLU Net Sink 2030
Baca juga: Dishut Kalsel kembangkan Hasil Hutan Bukan Kayu melalui program REDD+
Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Riza Mulyadi
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.