Jakarta (ANTARA) - Ketua DPR RI Puan Maharani menegaskan aktivitas penangkapan ikan secara ilegal atau ilegal fishing oleh pihak asing yang kembali terjadi di Laut Natuna Utara, Kepulauan Riau, merupakan pelanggaran terhadap kedaulatan Indonesia.
"Ini bukan sekadar soal pencurian ikan. Ini adalah pelanggaran terhadap kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kedaulatan negara Indonesia harus dijaga,” ujar Puan Maharani dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.
Hal tersebut disampaikan Puan menanggapi tertangkapnya kapal asal Vietnam yang sedang mencuri ikan di perairan Indonesia oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bersama Badan Keamanan Laut (Bakamla) yang sedang menjalankan operasi terpadu di sekitar Kepulauan Natuna (14/4).
Kapal-kapal asing itu terpantau secara bebas menangkap ikan di wilayah Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) Indonesia. Dua kapal dengan nama lambung 936 TS (135 GT) dan 5762 TS (150 GT) juga didapati mengoperasikan alat tangkap trawl atau pukat harimau yang merusak ekosistem laut.
Baca juga: KKP selamatkan kerugian negara Rp3,5 triliun dari "ilegal fishing"
Puan menegaskan, penggunaan alat tangkap trawl dapat mengancam kondisi laut Indonesia. Penggunaan alat tangkap trawl melanggar hukum Indonesia dan juga menghancurkan ekosistem laut.
"Terumbu karang rusak, habitat ikan musnah, dan regenerasi ekosistem laut terancam. Ini bukan kejahatan ekonomi semata, melainkan juga kejahatan ekologis," tutur Puan.
Berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan terhadap kedua kapal, terdapat kurang lebih 4.500 kilogram muatan ikan campur serta 30 orang anak buah kapal berkewarganegaraan Vietnam.
KKP menyebut, kedua kapal ikan asing berbendera Vietnam tersebut diduga melanggar Pasal 92 jo Pasal 26 ayat (1), dan Pasal 85 jo Pasal 9 ayat (1), jo pasal 102 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004.
KKP juga memprediksi, kerugian negara akibat pencurian ikan oleh kapal asing itu mencapai Rp 152,8 miliar, yang dihitung dari hasil tangkapan ikan setelah terkena razia petugas.
Puan pun mendesak kementerian/lembaga terkait, khususnya KKP serta TNI AL untuk bersikap tegas menindak kapal asing yang masuk ke perairan Indonesia tanpa izin. Ia juga mendorong agar dukungan terhadap nelayan lokal semakin diperkuat, termasuk bantuan armada tangkap hingga jaminan pasar hasil tangkapannya.
Baca juga: KKP tangkap 116 kapal penangkap ikan ilegal
"Nelayan Natuna selama ini sudah bertahan di tengah berbagai tekanan cuaca ekstrem, keterbatasan fasilitas, hingga minimnya subsidi bahan bakar. Kini mereka juga harus menghadapi kenyataan bahwa laut tempat mereka menggantungkan harapan justru dieksploitasi oleh kapal asing," papar Puan.
Atas kejadian ini, mantan Menko PMK itu menilai diperlukan penguatan sistem pengawasan laut melalui teknologi satelit dan integrasi lintas institusi yang terdiri dari Bakamla, TNI AL, dan KKP. Menurut Puan, pemerintah tidak bisa lagi mengandalkan reaksi pasca kejadian tanpa adanya antisipasi.
"Pencegahan adalah kunci. Tidak bisa lagi kita menunggu kejadian serupa terulang lagi," tegas cucu Bung Karno tersebut.
Di sisi lain, Puan juga mempertanyakan keamanan maritim terkait penetapan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) antara Indonesia dan negara lain. Ia menyebut, kehadiran militer Indonesia perlu diperkuat guna menghadapi potensi konflik sumber daya maupun lalu lintas kapal asing di wilayah ZEE.
Puan pun menekankan pentingnya tindakan tegas dan terkoordinasi antara berbagai lembaga pemerintah untuk menjaga kedaulatan Indonesia di perairan Natuna Utara.
"Kedaulatan harus ditegakkan melalui tindakan nyata, terutama di wilayah perbatasan yang rawan seperti Natuna,” kata Puan.
Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
Editor: Edy M Yakub
Copyright © ANTARA 2025