Pemerintah tekankan pentingnya integrasi etika dan inklusivitas AI

1 week ago 11

Jakarta (ANTARA) - Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) menekankan pentingnya integrasi antara etika dan inklusivitas terkait tata kelola kecerdasan artifisial (AI).

Dalam acara UNESCO Global Forum on the Ethics of Artificial Intelligence (AI) di Bangkok, Thailand, Wakil Menteri Komunikasi dan Digital Nezar Patria menegaskan posisi Indonesia sebagai salah satu negara berkembang yang aktif mentransformasikan prinsip etika dan inklusivitas kecerdasan artifisial (AI) ke dalam kerangka regulasi konkret.

“Indonesia telah mengintegrasikan prinsip-prinsip etika dan inklusivitas AI UNESCO ke dalam penyusunan kebijakan dan tata kelola secara nyata,” kata Nezar dalam keterangan resmi yang diterima di Jakarta, Rabu.

Nezar menyampaikan bahwa Indonesia tidak hanya mendukung secara normatif UNESCO Recommendation on the Ethics of AI (2021), tetapi juga telah mengambil sejumlah langkah substantif dan terukur untuk menerapkannya di tingkat nasional.

Menurut dia, integrasi tersebut termasuk pengembangan strategi nasional AI, kemudian segera dilanjutkan dengan penerbitan regulasi AI dalam waktu dekat ini.

Baca juga: Kemenkomdigi siapkan regulasi atasi ancaman "deepfake" berbasis AI

Ia merinci, langkah-langkah integrasi yang telah dilakukan di antaranya: Mengembangkan Peta Jalan Kecerdasan Artifisial berbasis etika yang kini memasuki tahap akhir penyusunan dengan melibatkan sejumlah pemangku kepentingan dan Menuntaskan Penilaian Kesiapan AI Nasional (AI-RAM) yang digunakan untuk memetakan potensi dan tantangan pengembangan AI di berbagai sektor di Indonesia.

Selain itu Menerbitkan Surat Edaran Menteri tentang Etika AI yang digunakan sebagai rujukan awal bagi interim untuk pelaku industri dan sektor publik serta Menjadikan kerangka hukum nasional seperti UU PDP dan UU ITE sebagai pilar legal untuk perlindungan data dan etika pemrosesan informasi berbasis AI.

Dalam forum tersebut, Nezar menyoroti tiga tantangan utama yang dihadapi negara-negara berkembang ketika menyusun tata kelola AI, yaitu keseimbangan regulasi dan inovasi, keterbatasan kapasitas SDM digital, dan kesenjangan infrastruktur dengan standar teknis antar regional.

Untuk itu, ia menegaskan kembali pentingnya kerja sama negara-negara selatan untuk menjawab tantangan bersama.

Baca juga: Indonesia dan Slovakia ingin wujudkan tata kelola AI inklusif

“Bagi Indonesia, kerja sama internasional, terutama global south, bukan hanya soal berbagi teknologi, tetapi yang paling mendasar adalah berbagi tanggung jawab untuk AI yang etis dan inklusif. Kita juga harus memastikan tidak ada satu pun negara yang tertinggal dalam transisi AI yang transformatif,” tandas Nezar.

Diketahui, forum dialog antarkementerian ini merupakan bagian dari rangkaian agenda UNESCO yang berlangsung pada 24–27 Juni 2025 di Bangkok.

Pada forum ini berhimpun para pemimpin dunia, pakar di bidang AI, industri, dan akademisi untuk meninjau kemajuan tata kelola AI di negara masing-masing sejak diterbitkannya Rekomendasi UNESCO 2021 tentang Etika AI yang telah diadopsi oleh lebih dari 194 negara.

Baca juga: Kemkomdigi siapkan diskusi berseri kajian regulasi AI

Baca juga: Wamenkomdigi bahas perkembangan kebijakan tentang AI

Baca juga: Wamen Nezar ajak industri rumuskan regulasi AI yang tepat

Pewarta: Adimas Raditya Fahky P
Editor: Mahmudah
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |