Pakar nilai persoalan kontrak TPP jadi kewenangan penuh Kemendes

1 week ago 7

Jakarta (ANTARA) - Pakar hukum tata negara Prof. Dr. Juanda menilai persoalan melanjutkan atau tidak melanjutkan kontrak Tenaga Pendamping Profesional (TPP) atau pendamping desa pada 2025 merupakan kewenangan penuh Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Kemendes PDT).

"Dari aspek Kemendes, sebagai lembaga pemerintah, mereka memiliki kewenangan secara hukum dan peraturan perundang-undangan untuk mengevaluasi kontrak TPP setiap tahun, bahkan setiap bulan," kata Prof. Juanda dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Jumat.

Menurutnya, mekanisme evaluasi tahunan yang dilakukan Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Kemendes merupakan hal yang tepat, selama berpedoman pada dua hal, yaitu peraturan perundang-undangan serta Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB).

Hal tersebut diatur dalam Pasal 8 ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.

Baca juga: Komnas HAM terima aduan pelanggaran hak asasi dalam PHK TPP desa

Baca juga: Ombudsman RI proses laporan dugaan malaadministrasi dalam PHK TPP Desa

Lalu terkait tudingan maladministrasi yang disuarakan sejumlah pihak atas persoalan TPP itu, Prof. Juanda menjelaskan bahwa untuk menilai suatu keputusan sebagai maladministrasi, perlu mengacu pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman RI serta Peraturan Ombudsman Nomor 58 Tahun 2023.

"Maladministrasi mencakup perbuatan melawan hukum, penyalahgunaan wewenang, kelalaian, dan tindakan diskriminatif. Jika keputusan Kemendes sesuai dengan peraturan yang berlaku dan asas pemerintahan yang baik, maka tidak dapat dikategorikan sebagai maladministrasi," kata dia.

Berikutnya, ia juga menyoroti dugaan keterlibatan TPP dalam pelanggaran aturan Pemilu. Jika hal tersebut terbukti benar, maka keputusan Kemendes memiliki dasar hukum yang kuat.

"Di dalam hukum administrasi dikenal asas Presumtio Iustae Causa, yang menganggap setiap keputusan pejabat pemerintahan sah dan benar sebelum ada putusan pengadilan yang membatalkannya," ujar Guru Besar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Esa Unggul itu.

Prof. Juanda juga menegaskan meskipun keberlanjutan kontrak TPP adalah sepenuhnya kewenangan Kemendes PDT, upaya TPP memperjuangkan hak mereka merupakan bagian dari prinsip negara hukum dan demokrasi yang diperbolehkan, selama dilakukan secara profesional dan proporsional.*

Baca juga: Akademisi nilai ketentuan TPP nyaleg wajib mundur sesuai UU Pemilu

Baca juga: Pakar: Tidak ada larangan nyaleg bagi TPP desa

Pewarta: Tri Meilani Ameliya
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |