"Orang tua asuh" untuk pelestarian burung di Desa Plangijo

6 days ago 7
Praktik baik dalam mendukung konservasi burung liar itu telah terlaksana di Desa Labuhan Ratu IX

Bandarlampung (ANTARA) - Suara burung liar yang mengoceh riang gembira di pagi hari di Desa Labuhan Ratu IX, Lampung, menjadi pelepas penat yang syahdu. Apalagi ketika terlihat kepakan sayap-sayap burung yang menerjang sinar matahari yang menyelisip di antara dahan pohon di dalam hutan di dekat desa itu.

Akan tetapi suasana syahdu itu bisa saja tak akan bisa dinikmati anak cucu di masa mendatang bila habitat burung liar itu tak dijaga dengan baik sejak dini.

Data Perhimpunan Pelestarian Burung Liar Indonesia (Burung Indonesia) menunjukkan, pada awal 2024 dari total populasi burung di Indonesia terdapat 1.836 spesies. Sedangkan untuk burung endemis Indonesia berjumlah 542 spesies. Berdasarkan persebarannya, di Sumatera ada 56 spesies burung endemik.

Di tengah keanekaragaman serta kayanya Indonesia akan spesies burung, satwa avifauna ini juga terancam punah.

International Union for Conservation of Nature (IUCN) bekerja sama dengan BirdLife Internasional mencatat bahwa terdapat perubahan status keterancaman pada 62 spesies burung di Indonesia. Ada, delapan spesies yang sebelumnya masuk kategori keterancaman rendah menjadi keterancaman tinggi.

Tercatat ada tiga spesies yang masuk dalam kategori rentan, dan satu spesies burung dalam kategori genting. Bahkan pada 2022 tercatat juga 177 spesies burung yang terancam punah di Indonesia.

Status keterancaman spesies burung di Indonesia itu terjadi akibat banyak hal seperti rusaknya habitat akibat perambahan hutan, ataupun adanya perburuan liar yang kemudian diperjualbelikan dengan ilegal.

Makin mengkhawatirkannya keberlangsungan hidup burung liar itu terbukti dengan rutinnya Karantina Lampung melalui petugas Satuan Pelayanan Pelabuhan Bakauheni menggagalkan upaya penyelundupan burung liar yang hendak dikirim secara ilegal. Pada awal Februari, petugas menggagalkan pengiriman sebanyak 982 ekor burung liar yang diselundupkan dengan truk dengan tujuan Bekasi, Jawa Barat.

Di tengah maraknya penjualan ilegal burung liar, di sekitaran Taman Nasional Way Kambas, Lampung Timur, ada upaya upaya konservasi burung yang melibatkan warga desa. Ada sebanyak 312 spesies burung di taman nasional itu.

Praktik baik dalam mendukung konservasi burung liar itu telah terlaksana di Desa Labuhan Ratu IX sebagai desa penyangga yang langsung berbatasan dengan tegakan hutan Taman Nasional Way Kambas.

Desa itu menggagas satu program pelestarian satwa sekaligus penyadartahuan masyarakat desa setempat akan konservasi melalui program adopsi sarang dan adopsi pakan burung liar. Masyarakat luas diajak menjadi "orang tua asuh" bagi burung-burung liar yang ada di desa itu.

Habitat hidup berbagai jenis spesies burung liar di area Taman Nasional Way Kambas. (ANTARA/Ruth Intan Sozometa Kanafi)

Menjadi orang tua asuh bagi satwa memang bukanlah hal yang asing. Konsep pelestarian satwa liar ataupun dilindungi dengan mengajak masyarakat mengambil peran aktif di dalamnya ini telah menjadi kebiasaan masyarakat di era modern meski belum terlalu menjadi tren.

Desa Labuhan Rau IX langsung berhadapan dengan hutan taman nasional. Hal tersebut membuat burung penghuni Way Kambas gemar mampir ke desa itu untuk sekadar bermain atau mencari makan. Menurut data warga setempat ada 77 jenis burung liar yang sering bermain di desa itu.

Masih banyak penduduk yang kurang peduli akan keberadaan burung liar itu. Mereka memburu burung dengan senapan maupun jaring.

Perilaku itu menjadi salah satu pendorong sebagian warga desa yang menggantungkan dirinya sebagai pemandu wisata pengamatan burung untuk melakukan kegiatan penyadartahuan tentang konservasi.

Masyarakat dan siswa-siswi sekolah diikutkan dalam program adopsi sarang serta pakan. Tujuan akhir kegiatan itu ialah menjadikan desa tersebut sebagai tujuan wisata utama avitourism serta menjadi kampung ramah burung pertama di Sumatera.

Angga Maulana, pemuda Desa Labuhan Ratu IX, yang aktif dalam kegiatan penyadartahuan konservasi burung liar sekaligus pemandu tur pengamatan burung, menjelaskan tatacara pelaksanaan program adopsi burung liar tersebut.

Pertama-tama para petugas pemandu tur wisata pengamatan burung yang juga pegiat konservasi satwa mengajak masyarakat desa yang menemukan sarang burung, baik di ladang, sawah ataupun pekarangan rumah, melaporkannya ke petugas.

Kemudian para petugas di daerah yang juga dikenal sebagai Desa Plangijo yang telah memiliki tim khusus itu akan mengidentifikasi sarang tersebut untuk menentukan spesies serta status kelangkaannya.

Bila sudah memenuhi kriteria, petugas konservasi burung milik desa akan menyebarkan informasi ke media sosial untuk mencari adopter yang tertarik menjadi orang tua asuh.

Nantinya para adopter akan mendonasikan sejumlah dana kepada petugas untuk memelihara serta merawat sarang yang diadopsi sampai burung yang ada di sarang menetas dan terbang bebas.

Dalam merawat sarang itu, petugas tidak akan mengubah lokasi sarang, namun tetap dibiarkan di habitat asli. Perkembangannya akan diawasi secara berkala.

"Kegiatan ini sifatnya cost sharing. Jadi dana yang adopter keluarkan akan kami bagi ke beberapa bagian. Ada untuk penemu, pemilik lahan di mana sarang berada, kemudian untuk pendapatan asli desa, serta untuk tim operasional kami," ujar Angga.

Jadi semua memiliki tugas untuk menjaga sarang itu sampai telurnya menetas. Penemu serta pemilik lahan bertugas memastikan supaya lahan yang ada sarangnya tidak diganggu orang lain.

Kemudian tim operasional Desa Plangijo bertugas menjaga sarang dan setiap pekan petugas akan memutakhirkan gambar serta video kepada adopter agar dapat melihat perkembangan sarang yang ia adopsi.

Adanya sumbangan dana ke desa melalui program tersebut diharapkan pemerintah desa dapat mendukung program konservasi burung liar dengan mengeluarkan Peraturan Desa tentang Konservasi Burung di Desa Labuhan Ratu IX.

Peraturan desa tersebut akan memperkuat secara hukum pelaksanaan program konservasi.

Selain adopsi sarang burung liar, Desa Plangijo juga membuat program adopsi pakan burung liar, dengan konsep yang serupa dengan mengumpulkan donasi dari masyarakat umum sebagai orang tua asuh.

Namun dana donatur akan digunakan untuk membuat kantong habitat burung dari kebun yang tidak terpakai.

Di lahan itu nanti wisatawan ataupun orang tua asuh burung liar akan diajak untuk menanam pakan burung seperti pohon salam, pepaya, dan pisang. Dengan harapan di kemudian hari burung-burung mendapatkan pasokan pakan dari tanaman yang wisatawan tanam.Pada intinya, warga Desa Plangijo ingin burung-burung betah untuk bermain bahkan tinggal di desa. Sehingga pada akhirnya desa punya banyak spesies burung yang dapat diamati dan dapat menjadi salah satu desa wisata avitourism.

Editor: Sapto Heru Purnomojoyo
Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |