Pontianak (ANTARA) - Sruk.., sruk..., sruk... Sebuah tangki penampung air plastik berukuran 1550 liter menggelinding perlahan, menggilas bongkahan kerikil di tepian jalan.
Tangki berwarna jingga cerah itu tidak menggelinding dengan sendirinya atau terbawa angin; ada dua tenaga pemuda yang mendorongnya dengan penuh suka cita. Setibanya di titik perhentian yang mereka inginkan, kedua pemuda itu sepakat untuk segera mencari strategi paling jitu, dan tak terlalu menguras energi. Tujuan mereka hanya satu: memindahkan tangki setinggi satu setengah meter itu dari hamparan tanah, ke atap sebuah perahu kayu bermotor.

"Wis, kamu pegang dari arah situ, nanti aku yo tahan dari arah sini," usul salah satu pemuda dengan logat khas Banjarnegara yang disambut anggukan dan senyuman dari rekannya.
Maka, bak dua jin berkekuatan istimewa dari Kerajaan Sulaiman, kedua pemuda itu segera dapat memindahkan tangki penampung air dari tepian Pelabuhan Sungai Pasar Baru, Rasau Jaya, Kabupaten Kubu Raya (KKR), ke sebuah kapal kayu bermotor. Keduanya juga begitu cekatan memastikan tidak ada sisi tangki yang bergeser kala perahu kayu bermotor melaju di atas permukaan air kelak.
Dari atas kapal kayu bermotor itulah, nantinya tangki air menyusuri lekuk demi lekuk Sungai Kapuas, hingga kemudian dapat digunakan warga untuk menampung air di Kecamatan Batu Ampar, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat.

Distribusi kebutuhan pokok
Sejak lama, warga yang tinggal di sembilan kecamatan di Kabupaten Kubu Raya mengandalkan konektivitas transportasi air berupa angkutan sungai untuk membeli beragam keperluan sehari-hari, seperti beras, gula, minyak goreng, air mineral, dan gas elpiji.
Selain membeli kebutuhan pokok, masyarakat juga lazim memesan barang-barang kebutuhan rumah tangga semisal televisi, lemari es, kasur pegas, karpet, rak peralatan makan, hingga bahan bangunan seperti kayu, seng, semen, dan besi.
Penyaluran sejumlah kebutuhan elementer di kabupaten itu melibatkan aktivitas bongkar muat barang di sebanyak 275 pelabuhan atau dermaga rakyat. Setiap hari, kapal-kapal kayu yang rata-rata bermesin empat silinder dengan kapasitas maksimal sebesar 30 ton menggeliat di banyak dermaga guna memenuhi kebutuhan masyarakat.

"Pukul sepuluh pagi kami berangkat. Untuk tarif, kami menyesuaikan jenis barang. Misalnya semen, harganya delapan ribu rupiah per sak. Kapal kayu kami bisa menampung maksimal empat ratus sak semen sekali perjalanan," kata salah seorang pemilik kapal kayu bermotor bernama Dede Sudarko (38).
Dede yang akrab disapa Bos Koko, hidup dari bisnis distribusi barang di dermaga rakyat selama tujuh tahun. Kapal kayu bermotor miliknya menyalurkan pelbagai jenis barang dari Pelabuhan Sungai Pasar Baru ke dua wilayah terdekat yaitu Kecamatan Kubu dan Batu Ampar.
"Rute dari Rasau Jaya ke Batu Ampar membutuhkan waktu tempuh selama enam sampai tujuh jam. Sedangkan ke Kecamatan Kubu lebih dekat, sekitar empat jam," ujar Dede.
Selain Dede, ada pula Salahudin Rizal Muntaha (45) yang hidup dan menghidupi Sungai Kapuas. Sejak dua belas tahun lalu, pria yang akrab disapa Bang Haji itu mantap menekuni dunia perdagangan dengan menjual bahan-bahan kebutuhan pokok.
“Sebelumnya, saya beternak ayam selama dua puluh tahun. Sampai sekarang masih berjualan ayam sedikit, tapi fokus ke sembako,” kata Salahudin.

Salahudin biasanya menerima pesanan pembelian barang melalui layanan pesan singkat dari warga yang tinggal di beberapa kecamatan seperti Batu Ampar, Teluk Pakedai, hingga Teluk Batang di Kabupaten Kayong Utara.
Dalam sehari, Salahudin memanfaatkan jasa pengiriman barang menggunakan kapal kayu bermotor sebanyak dua kali yakni pada pagi dan sore hari. Pemesanan bisa meningkat dua hingga tiga kali lipat sepekan memasuki Ramadhan.
“Karena sepuluh hari jelang Lebaran, kapal-kapal kayu yang biasa memuat barang dimanfaatkan khusus untuk mengangkut penumpang. Untuk mudik,” jelas dia.
Mencermati alam
Upaya memenuhi kebutuhan dasar masyarakat yang mendiami tepian Sungai Kapuas di Kabupaten Kubu Raya bukan tanpa tantangan. Pembacaan terhadap cuaca dan besaran arus sungai menjadi faktor mendasar yang mesti dicermati oleh para pemilik kapal.
"Kalau memang situasi tidak mendukung seperti hujan terlalu deras, kami mundur demi keselamatan. Kadang angin kencang membuat motor goyang, itu kami ngeri," tutur Dede.

Senada dengan Dede, pengusaha jasa pengiriman barang Wahyu Dianto (43) juga tak menampik bahwa faktor alam menjadi tantangan utama kala mengirimkan pasokan barang ke wilayah tepian sungai.
Bercermin pada beberapa peristiwa yang mengakibatkan kerugian material dan mengancam jiwa, Wahyu berpedoman bahwa mencermati kondisi alam ketika hendak mendistribusikan barang adalah tindakan paling bijaksana.
“Kalau cuaca kurang mendukung, kami istirahat di muara, cari keamanan dulu. Itu kemarin pernah (ombak besar) dua kali, kami terjebak di tengah (sungai). Mau putar balik juga enggak bisa. Terpaksa kami lajak (tetap melaju) sambil berdoa, pelan-pelan. Alhamdulillah, insya Allah sampai selamat,” seloroh dia.
Harapan dari Sungai Kapuas
Konektivitas transportasi air angkutan sungai merupakan keniscayaan di Kabupaten Kubu Raya. Tanpa adanya dukungan angkutan sungai yang memadai sekaligus mumpuni, warga yang mendiami sembilan kecamatan di wilayah itu akan kesulitan menjalani kehidupan.
“Angkutan sungai merupakan urat nadi angkutan di Kabupaten Kubu Raya,” kata Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Kubu Raya, Odang Prasetyo.

Menurut Odang, angkutan sungai di wilayah Kabupaten Kubu Raya bersifat dua arah yakni memobilisasi barang sekaligus penumpang antarkecamatan dalam satu kabupaten dan antarkabupaten di Provinsi Kalimantan Barat. Walhasil, angkutan sungai turut memudahkan proses penyebaran komoditas dari satu wilayah ke wilayah lain.
“Kabupaten Kubu Raya menjadi sentra pertanian dan perikanan. Posisi kami strategis karena menjadi penyangga ibu kota Provinsi Pontianak. Barang-barang dari Kubu Raya, baik hasil perikanan maupun pertanian, sebagian besar mensuplai Kota Pontianak,” jelas Odang.
Sederas aliran air di Sungai Kapuas, maka sebesar itu pula asa yang menggelora dalam batin masyarakat Kabupaten Kubu Raya terhadap keberadaan angkutan sungai.
Pemilik kapal kayu Dede merasa senang dapat berkontribusi dalam mendistribusikan barang-barang kebutuhan warga melalui usaha angkutan sungai yang dia geluti. Meski berorientasi bisnis, Dede mengaku tidak ingin mematok tarif terlalu tinggi kepada pelanggannya.

“Respons warga yang kami tuju selama ini, mereka cukup terbantu. Kami berupaya menekan biaya pengiriman karena memperhatikan kemampuan warga. Bisa membantu gitu kami udah seneng, apalagi kadang banyak keluarga di daerah kampung-kampung,” kata Dede tersenyum.
Sementara itu, penjual barang-barang kebutuhan pokok Salahudin berharap dukungan dari Pemerintah, baik pusat maupun daerah, yang selama ini telah memperhatikan aspirasi warga, tidak terputus.
Dia mencermati bahwa masih banyak hal yang perlu mendapatkan perhatian agar terwujud peningkatan taraf hidup masyarakat. Salah satunya dukungan peralatan berat untuk memudahkan para pedagang memindahkan peti-peti ke atas kapal.
“Peti-peti ayam dan ikan sangat berat. Satu peti beratnya bisa 150 sampai 200 kilo. Kami masih mengangkatnya secara manual dan membutuhkan proses lama sekali. Jadi, mudah-mudahan ada mesin nanti,” ujar Salahudin penuh harap.

Baam… baam... Semburan suara marine horn alias klakson kapal feri di Pelabuhan Rasau Jaya mengagetkan dua ekor burung pipit berbulu kecokelatan yang hendak hinggap di dahan pohon. Kedua burung itu baru benar-benar pergi menjauh ketika klakson kedua dari kapal feri yang menjadi penanda bahwa entitas besi raksasa itu segera bertolak meninggalkan pelabuhan.
Tidak jauh dari kapal feri itu, sebuah kapal kayu bermotor meluncur cepat saat keluar dari muara anak sungai. Kapal itu membawa setumpuk kasur pegas, karpet, pipa-pipa air, dan kardus demi kardus yang berjejalan.
Keduanya --kapal feri dan kapal kayu motor itu-- seakan berlomba untuk menjadi juara menuju garis akhir dalam sebuah perlombaan memperebutkan gelar terbaik dalam mensejahterakan masyarakat di sepanjang Sungai Kapuas.
Baca juga: Keindahan sungai indikasi peradaban masyarakat
Baca juga: Ratusan anak kibarkan bendera di sepanjang sungai di Kubu Raya
Baca juga: Korban kecelakaan transportasi air di Kubu Raya dapat ganti rugi
Baca juga: Suara dari Sungai Utik untuk pemimpin baru
Editor: Dadan Ramdani
Copyright © ANTARA 2025