Obesitas yang tidak tertangani jadi pintu masuk berbagai penyakit

1 hour ago 1

Jakarta (ANTARA) - Dokter spesialis penyakit dalam konsultan endokrin, metabolik, dan diabetes dari Universitas Brawijaya dr. Rulli Rosandi Sp.PD-KEMD mengatakan obesitas yang tidak tertangani dapat menjadi pintu masuk berbagai penyakit metabolik lainnya yang dapat menurunkan kualitas hidup.

"Obesitas ini adalah pintu masuk ke penyakit-penyakit yang kita bilang penyakit metabolik, dari awalnya dari obesitas," kata Rulli dalam acara diskusi kesehatan tentang obesitas di Jakarta, Senin.

Jika diabetes dijuluki "mother of disease", biang dari segala penyakit, maka obesitas adalah bahan penyakit yang bisa menimbulkan gangguan pada berbagai organ tubuh.

Baca juga: Salah mengatur pola pikir jadi penyebab sulit turunkan obesitas

Sebagian besar pasien dengan obesitas memiliki masalah metabolik berupa diabetes, yang dapat menyebabkan tingginya angka penyakit jantung dan ginjal, kata sang dokter.

Masalah metabolik karena obesitas juga dapat menyebabkan dislipidemia atau meningkatnya plak kolesterol, hipertensi yang sering disebut sindroma metabolik, sehingga pasien obesitas harus selalu memantau gula darah, tekanan darah dan kadar kolesterol.

Obesitas juga bisa berdampak hingga masalah respirasi yang menyebabkan apnea tidur obstruktif dengan gejala mengorok atau kesulitan bernapas saat berbaring atau tidur. Masalah lain yang khas ada pada penderita obesitas adalah sendi yang mulai sakit dan badan terasa berat serta napas berat.

Pada perempuan, obesitas bisa menyebabkan masalah kesehatan seperti polycystic ovarian syndrome (PCOS) atau sindrom polikstik ovarium dan masalah hormonal antara lain kadar testosteron turun pada laki-laki, kata Rulli menjelaskan.

Obesitas juga dapat berdampak pada kesehatan mental pasien karena merasa kurangnya dukungan dalam lingkungan atau dikucilkan dari sosial. Obat untuk menangani depresi juga sering kali menyebabkan berat badan naik sehingga masalah obesitas menjadi tidak kunjung usai.

Baca juga: Dari CKG, hampir 36 persen masyarakat alami obesitas

Rulli menyarankan untuk berkonsultasi dengan dokter spesialis agar pasien obesitas bisa mendapatkan penanganan yang tepat, dengan mempertimbangkan indeks massa tubuh (IMT/BMI) rendah, sedang, atau tinggi. Jika masih di kategori rendah indeks 18-22,9, modifikasi gaya hidup seperti olahraga dan pengaturan diet pada umumnya akan dipilih untuk mengatasi obesitas.

Jika BMI dalam kategori tinggi atau di atas angka 25, maka bisa dipertimbangkan dengan obat-obatan untuk menurunkan berat badan atau operasi bariatrik.​​​​​​​​​​​​​

Selain melihat BMI, pengukuran obesitas juga bisa dilihat dari komplikasi yang sudah ada untuk mendapatkan pengobatan yang lebih terarah.

"Contoh misalnya dia sudah dengan diabetes dan sebagainya, maka tentu lebih agresif tata laksananya, tidak lagi hanya berdasarkan pada modifikasi gaya hidup, tidak hanya mengatur pola makan dan olahraga tapi bisa dipertimbangkan untuk memberikan obat-obatan farmakoterapi. Bahkan pada kasus-kasus yang ekstrem, itu bisa dipertimbangkan untuk melakukan tindakan pembedahan," kata Rulli.

Dia juga mengingatkan penanganan obesitas adalah masalah individual dan tidak bisa disamakan dengan orang lain. Angka obesitas yang turun di Indonesia juga diharapkan akan berdampak pada turunnya angka kematian akibat penyakit metabolik dan meringankan beban kesehatan negara.

Baca juga: Warga deklarasikan "Kampung Sehat Siaga Obesitas dan Diabetes"

Baca juga: Dokter sebut obesitas dapat mempercepat tanda penuaan

Baca juga: Jeda waktu makan terlalu pendek sebabkan lemak viseral

Pewarta: Fitra Ashari
Editor: Natisha Andarningtyas
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |