Jakarta (ANTARA) - Menteri Keuangan RI Purbaya Yudhi Sadewa menilai perubahan mengenai batas defisit anggaran sebesar 3 persen dan rasio utang negara terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) maksimal 60 persen tidak diperlukan.
Ketentuan itu saat ini tercantum dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Hal itu Purbaya sampaikan sebagai respons atas masuknya Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Keuangan Negara ke dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2026.
"Enggak ada (perubahan). Kalau ekonominya bagus, misalnya jurus saya berhasil, harusnya sih ekonominya akan lebih bergairah dan pendapatan pajak lebih tinggi juga. Harusnya kita enggak perlu mengubah undang-undang untuk menaikkan defisit atau batas utang," kata Purbaya dalam sesi diskusi bersama wartawan di Kantor Kementerian Keuangan di Jakarta, Jumat.
Meski demikian, Purbaya mengakui angka batas defisit 3 persen dan rasio utang 60 persen terhadap PDB bukanlah standar baku yang bersifat ilmiah. Angka-angka tersebut sejatinya hanya berfungsi sebagai indikator awal untuk menilai kemampuan suatu negara dalam membayar utang.
Namun, menurutnya, faktor yang benar-benar diperhatikan investor adalah kemampuan dan kemauan suatu negara untuk melunasi kewajibannya.
"Kita selama ini tidak pernah default. Kekayaan kita juga cukup. Jadi tidak usah takut dengan batas-batas itu," jelasnya.
Purbaya memberikan contoh bahwa banyak negara lain yang saat ini sudah melampaui batas defisit maupun rasio utang yang ditetapkan.
Ia menyebut hampir semua negara Eropa hingga Amerika Serikat (AS) tidak lagi mematuhi aturan tersebut.
Sebagai informasi, dalam Kriteria Konvergensi Maastricht (Maastricht Treaty) yang disepakati pada1992, negara-negara Uni Eropa menetapkan dua batasan utama, yakni defisit anggaran tahunan tidak boleh melebihi 3 persen dari PDB, dan rasio utang pemerintah terhadap PDB tidak boleh melampaui 60 persen.
Namun, batasan tersebut kini banyak dilanggar oleh negara-negara di Eropa sendiri,
“Hampir semua negara Eropa melanggar. Amerika berapa? Hampir 100 persen (rasio utang) juga. Defisitnya mungkin 6 persen, rasio utang ke PDB-nya di atas 100 persen. Seandainya kita kepepet, seandainya ya, kenapa mereka boleh, kita enggak boleh?,” katanya.
Selain itu, ia menilai kondisi itu menunjukkan adanya perlakuan yang tidak adil dari lembaga pemeringkat global terhadap Indonesia.
“Jadi lembaga-lembaga rating itu juga enggak fair, saya pernah debat semuanya mereka. Sekarang Eropa banyak yang (peringkat investasi) E dengan utang seperti itu. Kita lebih bagus kondisinya, BBB+,” ujar Purbaya.
Baca juga: Purbaya pastikan bakal memberantas rokok ilegal
Baca juga: Purbaya: Industri rokok tak boleh ditekan tanpa solusi bagi pekerja
Baca juga: Purbaya respons soal RUU Tax Amensty jilid III masuk Prolegnas
Baca juga: Kemenkeu ungkap defisit RAPBN 2026 naik jadi 2,68 persen
Pewarta: Bayu Saputra
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.