Jakarta (ANTARA) - Juru Bicara Mahkamah Agung Yanto menegaskan pihaknya pasti akan menindaklanjuti laporan yang dibuat kuasa mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong terhadap tiga hakim yang memvonis dirinya bersalah dalam kasus importasi gula ke Mahkamah Agung (MA).
"Ketua Mahkamah Agung secepatnya akan mempelajari dan menindaklanjuti. Apakah perlu klarifikasi atau tidak. artinya kan pasti ditindak, pasti itu namanya akan klarifikasi, akan dipanggil ya," kata Yanto di Gedung MA, Jakarta, Rabu.
Yanto mengatakan pihaknya tidak mempermasalahkan soal laporan tersebut dan menilai laporan tersebut adalah hak semua pihak yang merasa hak-haknya dirugikan terkait proses peradilan di Tanah Air.
"Berkaitan dengan pengaduan dari kuasa hukum Tom Lembong, ya itu hak-hak dari para pihak yang merasa hak-haknya dirugikan boleh mengadu dan secepatnya ya akan ditindaklanjuti," ujarnya.
Mengenai kapan MA atau Badan Pengawas MA akan memanggil ketiga hakim tersebut, Yanto mengatakan dirinya belum bisa memastikan. Pasalnya pemanggilan tersebut akah dilakukan setelah laporan tersebut dipelajari dan jika memang ditemukan dugaan pelanggaran.
"Kalau memang betul ada penyimpangan tentu akan ada penghukuman, tapi kalau tidak ada penyimpangan ya tidak," tuturnya.
Baca juga: Tom Lembong laporkan tiga hakim yang vonis dirinya ke MA
Sebelumnya, kuasa hukum mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong, Senin (4/8), melaporkan tiga hakim, yang memvonis dirinya bersalah dalam kasus importasi gula, ke Mahkamah Agung (MA).
Ketiga hakim yang dilaporkan tersebut yakni Hakim Ketua Dennie Arsan Fatrika dengan Hakim Anggota Alfis Setyawan dan Purwanto S Abdullah.
"Dia (Tom Lembong) ingin ada evaluasi, dia ingin ada koreksi. Agar apa? Agar keadilan dan kebenaran dalam proses penegakan hukum di Indonesia ini bisa dirasakan oleh semuanya," kata kuasa hukum Tom Lembong, Zaid Mushafi, di gedung Mahkamah Agung RI, Jakarta, Senin.
Zaid mengatakan Tom tidak ingin abolisi yang diterimanya seolah-olah mengakhiri perjuangannya di jalur hukum.
"Jadi, Pak Tom ini tidak semata-mata setelah dia bebas ya udah, kita selesai. Enggak, dia komitmen dengan perjuangannya. Ada yang harus dikoreksi, ada yang harus dievaluasi," ujarnya.
Lebih lanjut, Zaid mengatakan laporan tersebut dibuat karena menilai hakim yang menyidangkan kliennya tidak mengedepankan azas praduga tak bersalah.
"Yang menjadi catatan adalah ada salah satu hakim anggota yang menurut kami selama proses persidangan itu tidak mengedepankan presumption of innocent. Dia tidak mengedepankan asas itu. Tapi mengedepankan asas presumption of guilty. Jadi Pak Tom ini seolah-olah memang orang yang udah bersalah tinggal dicari aja alat buktinya. Padahal tidak boleh seperti itu proses peradilan," ujarnya.
Baca juga: KY segera analisis laporan Tom Lembong
Zaid juga mengatakan selain melapor ke MA, pihaknya juga akan membuat laporkan Komisi Yudisial, Ombudsman dan BPKP.
Untuk diketahui, Dalam kasus korupsi importasi gula di Kementerian Perdagangan pada tahun 2015-2016, Tom Lembong divonis pidana 4 tahun dan 6 bulan penjara setelah terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi, yang merugikan keuangan negara sebesar Rp194,72 miliar.
Tindak pidana korupsi yang dilakukan Tom Lembong, antara lain dengan menerbitkan surat pengajuan atau persetujuan impor gula kristal mentah periode 2015–2016 kepada 10 perusahaan tanpa didasarkan rapat koordinasi antarkementerian serta tanpa disertai rekomendasi dari Kementerian Perindustrian.
Atas perbuatannya, Tom Lembong juga dijatuhkan pidana denda sebesar Rp750 juta dengan ketentuan apabila tidak dibayar, maka diganti (subsider) dengan pidana kurungan selama 6 bulan.
Meski demkian, pada 1 Agustus 2025, Tom Lembong resmi bebas dari Rumah Tahanan (Rutan) Cipinang, Jakarta, menerima abolisi dari Presiden Prabowo Subianto.
Tom Lembong keluar dari Rutan Cipinang pada pukul 22.05 WIB setelah Keputusan Presiden (Keppres) telah diteken oleh Presiden pada sore hari, yang kemudian Keppres tersebut diserahkan pihak Kejaksaan ke Rutan Cipinang pada malam hari.
Adapun abolisi merupakan hak yang dimiliki kepala negara untuk menghapuskan tuntutan pidana dan menghentikan proses hukum jika telah dijalankan. Hak abolisi diberikan presiden dengan memperhatikan pertimbangan DPR.
Baca juga: Istana: Abolisi hanya Tom Lembong, kasus terdakwa lain tetap berjalan
Baca juga: Kejagung pastikan barang pribadi Tom Lembong yang disita dikembalikan
Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
Editor: Didik Kusbiantoro
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.