Lebih banyak negara akui Negara Palestina di KTT PBB solusi dua negara

2 hours ago 2

PBB (ANTARA) - Prancis, Belgia, dan beberapa negara lainnya pada Senin (22/9) bergabung dengan sederet negara yang telah mengakui Negara Palestina dalam konferensi tingkat tinggi (KTT) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengenai solusi dua negara.

"Hari ini, Prancis mengakui Negara Palestina," kata Presiden Prancis Emmanuel Macron dalam Konferensi Tingkat Tinggi Internasional untuk Penyelesaian Damai Masalah Palestina dan Implementasi Solusi Dua Negara, yang dipimpin bersama oleh Prancis dan Arab Saudi pada hari pembukaan Pekan Tingkat Tinggi Majelis Umum PBB (UNGA).

Seraya memperingatkan bahwa "kami memiliki alasan untuk khawatir bahwa Perjanjian Abraham dan Perjanjian Camp David dapat dipertanyakan oleh Israel, dan bahwa perdamaian akan menjadi mustahil untuk waktu yang lama di Timur Tengah", Macron menekankan pentingnya melakukan segala upaya "dalam kapasitas kita untuk mempertahankan peluang solusi dua negara, dengan Israel dan Palestina hidup berdampingan dengan damai dan aman".

Malta, Monako, dan Luksemburg juga mengumumkan pengakuan mereka dalam pertemuan tersebut sehingga jumlah negara yang telah mengakui Negara Palestina kini bertambah menjadi lebih dari 150 negara.

Menteri Luar Negeri Arab Saudi Faisal bin Farhan Al Saud mengatakan bahwa solusi dua negara "adalah satu-satunya cara untuk mencapai perdamaian yang adil dan permanen".

Pengakuan Negara Palestina oleh Prancis dan banyak negara lainnya, serta dukungan luas terhadap pengadopsian Deklarasi New York, mencerminkan keinginan komunitas internasional untuk "menegakkan keadilan bagi rakyat Palestina dan mempertimbangkan hak hukum historis mereka" sesuai dengan kerangka kerja internasional, resolusi PBB, dan Inisiatif Perdamaian Arab, kata dia.

Berbicara melalui konferensi video, Presiden Palestina Mahmoud Abbas mengatakan bahwa Deklarasi New York yang bersejarah "menandai awal dari perjalanan yang tidak bisa dibatalkan untuk mengakhiri bencana kemanusiaan dan pendudukan" seraya menyebutnya sebagai "perwujudan dari Negara Palestina yang merdeka".

Dia menyampaikan apresiasi kepada semua negara yang telah mengakui Negara Palestina dan menyerukan kepada negara-negara yang belum melakukannya untuk mengikuti langkah tersebut.

Menyatakan kesiapan Palestina untuk bekerja sama dengan Amerika Serikat, Arab Saudi, Prancis, PBB, dan semua mitra dalam mengimplementasikan rencana perdamaian yang disetujui dalam konferensi tersebut, Abbas menyerukan kepada Israel untuk segera duduk di meja perundingan "guna mengakhiri pertumpahan darah dan mewujudkan perdamaian yang adil dan komprehensif".

Presiden Prancis Emmanuel Macron (tengah) Menteri Luar Negeri Arab Saudi Faisal bin Farhan Al Saud (kiri) memimpin bersama Konferensi Tingkat Tinggi Internasional untuk Penyelesaian Damai Masalah Palestina dan Implementasi Solusi Dua Negara di markas PBB di New York, Amerika Serikat, pada 22 September 2025. (ANTARA/Xinhua/Li Rui)

Dalam pidatonya di konferensi tersebut, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan bahwa konflik Israel-Palestina "tak kunjung terselesaikan dari generasi ke generasi".

Dia mengatakan bahwa "dialog telah terhenti. Resolusi-resolusi telah dicemooh. Hukum internasional telah dilanggar," seraya memperingatkan bahwa "situasi ini tidak dapat ditoleransi, dan semakin memburuk".

"Kita berada di sini hari ini untuk membantu mengarahkan satu-satunya jalan keluar dari mimpi buruk ini, yakni solusi dua negara, di mana dua negara yang merdeka, berdaulat, dan demokratis, Israel dan Palestina, hidup berdampingan dengan damai dan aman di dalam batas-batas wilayah yang aman dan diakui berdasarkan garis pra-1967, dengan Yerusalem sebagai ibu kota kedua negara, sesuai dengan hukum internasional, resolusi PBB, dan perjanjian-perjanjian lainnya yang relevan," kata Guterres.

Presiden Sidang Majelis Umum PBB ke-80 Annalena Baerbock mengatakan bahwa majelis itu telah menyampaikan pesannya dengan sangat jelas, yakni bahwa "kita membutuhkan gencatan senjata segera, tanpa syarat, dan permanen di Gaza. Israel harus segera memfasilitasi masuknya bantuan kemanusiaan secara penuh, cepat, aman, dan bebas hambatan serta penyalurannya kepada warga sipil Palestina. Sementara itu, Hamas juga harus segera dan tanpa syarat membebaskan semua sandera".

Baerbock menekankan bahwa konflik Israel-Palestina yang telah berlangsung selama puluhan tahun tidak akan bisa diselesaikan melalui perang tanpa henti, pendudukan permanen, dan teror yang berulang-ulang. Dia menambahkan bahwa satu-satunya cara untuk memastikan generasi mendatang, baik dari Palestina maupun Israel, dapat hidup dengan damai, aman, dan bermartabat adalah menerapkan solusi dua negara.

Pada Minggu (21/9), Inggris, Kanada, Australia, dan Portugal secara resmi mengakui Negara Palestina untuk mendukung solusi dua negara. Di sisi lain, Israel masih terus melanjutkan serangan militernya di Jalur Gaza dan aneksasinya di Tepi Barat, kendati menghadapi kecaman global yang semakin meningkat.

Pewarta: Xinhua
Editor: Natisha Andarningtyas
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |