Konflik Thailand-Kamboja, akademisi ingatkan RI junjung ASEAN Charter

3 hours ago 5

Jakarta (ANTARA) - Akademisi Hubungan Internasional (HI) Universitas Padjadjaran (Unpad) Teuku Rezasyah mengingatkan agar pemerintah Republik Indonesia bersikap netral dan menjunjung prinsip yang tertuang pada ASEAN Charter dalam menengahi konflik antara Thailand dan Kamboja.

“Hendaknya netral karena Indonesia harus mengedepankan prinsip ASEAN Charter, yang pada intinya mengedepankan penyelesaian krisis secara damai dan berbasis musyawarah mufakat,” kata Reza kepada ANTARA di Jakarta, Rabu.

ASEAN Charter merupakan piagam resmi yang disahkan pada 2007 yang menjadi dasar hukum dan kerangka kerja Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara. Di antara prinsip penyelesaian konflik yang telah disepakati bersama dalam piagam itu adalah penyelesaian secara damai, tidak menggunakan kekuatan, serta mengutamakan dialog dan diplomasi.

Menjawab pertanyaan ANTARA terkait permintaan dari seorang wanita asal Kamboja yang meminta agar Indonesia membantu menghentikan konflik, Reza menuturkan bahwa Indonesia tidak boleh terjebak oleh permintaan bantuan apapun dan sekecil apapun dari salah satu pihak.

Dirinya juga mengingatkan agar bahwa Indonesia haram membantu secara militer. Hal itu lantaran pasukan khusus tentara Kamboja telah mendapat latihan dari Komando Pasukan Khusus (Kopassus) Indonesia selama belasan tahun.

“Pasukan khusus Tentara Kamboja sudah belasan tahun dilatih Kopassus RI. Juga pasukan ini berseragam dan menggunakan aba-aba seperti Kopassus. Sehingga kehadiran TNI dapat disalah-artikan oleh berbagai kalangan di dunia,” ucapnya.

Guna memecah kebuntuan konflik antara dua negara bertetangga tersebut, Reza menyarankan agar Presiden Prabowo Subianto dan Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibraham yang juga merangkap sebagai Ketua ASEAN 2025 untuk menggelar audiensi dengan Raja Thailand Maha Vajiralongkorn dan Raja Kamboja Norodom Sihamoni.

“Intinya, memohon kebesaran hati kedua raja tersebut, untuk secara konstitusional dan kearifan mereka, membantu proses perdamaian diantara kedua pemerintah yang sedang bertikai,” kata Reza.

Thailand dan Kamboja terlibat dalam sengketa perbatasan yang telah berlangsung lama dan berulang kali memicu kekerasan, termasuk bentrokan pada Juli lalu yang menewaskan sedikitnya 48 orang.

Kedua negara tersebut telah menandatangani perjanjian damai pada Oktober di Kuala Lumpur dengan disaksikan oleh Trump dan Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim. Namun, perjanjian itu ditangguhkan sementara setelah sejumlah tentara Thailand mengalami luka serius akibat ledakan ranjau darat di sebuah provinsi perbatasan.

Otoritas Thailand juga menyatakan bahwa sekitar 18 tentara Kamboja masih berada dalam tahanan Thailand menyusul sejumlah insiden yang terjadi selama lima bulan terakhir.

Kendati Presiden Amerika Serikat Donald Trump pada Jumat (12/12) mengatakan bahwa para pemimpin Thailand dan Kamboja telah sepakat untuk menghentikan pertempuran yang kembali terjadi tersebut, bentrokan di perbatasan negara bertetangga itu masih terus berlanjut dan telah memasuki hari ke-11.

Baca juga: Bentrokan Thailand-Kamboja masuki hari ke-11, sudah 52 tewas

Baca juga: Thailand: Kamboja harus umumkan gencatan senjata lebih dulu

Baca juga: Bentrok perbatasan Kamboja-Thailand paksa lebih banyak sekolah ditutup

Pewarta: Kuntum Khaira Riswan
Editor: Azis Kurmala
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |