Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Chusnunia Chalim menyebut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2009 tentang Perfilman perlu direvisi untuk membangkitkan industri film nasional.
Chusnunia dalam keterangan diterima di Jakarta, Rabu, menilai Undang-Undang tersebut harus diperbarui karena mengingat kondisi zaman yang berubah dan menyesuaikan kebutuhan industri perfilman di era digital.
“Kami akan mendorong Kementerian Ekraf (Ekonomi Kreatif) untuk mengawal agar sektor film mendapat perhatian strategis baik dalam Rencana Induk Ekonomi Kreatif Nasional 2026–2045 maupun revisi Undang-Undang tentang Perfilman,” ucapnya.
Ia mendorong tumbuhnya film nasional sebagai alat promosi dan diplomasi kebudayaan. Menurut dia, film merupakan media yang efektif untuk mempromosikan kekayaan budaya Indonesia kepada masyarakat internasional.
“Kita bisa melihat contoh Korea Selatan maupun India yang berhasil menggunakan film sebagai alat penetrasi budaya ke berbagai belahan dunia,” kata legislator yang mengurusi bidang perindustrian dan ekraf itu.
Dia meyakini Indonesia bisa menempuh langkah serupa dalam karya-karya film guna mempromosikan kebudayaan maupun pariwisata nasional. Terlebih, kata dia, film-film Indonesia saat ini terus tampil di berbagai festival internasional.
“Industri perfilman dewasa ini tidak hanya tentang hiburan semata, tetapi juga memiliki potensi menjadi kekuatan ekonomi yang penting,” ujarnya.
Chusnunia menjabarkan pada 2024, lebih dari 150 film lokal diputar dan menarik lebih dari 80 juta penonton sehingga menguasai 70 persen pangsa pasar domestik. Hingga Oktober 2025, jumlah penonton telah mencapai 77 juta.
"Menunjukkan tren pertumbuhan yang konsisten," katanya.
Industri film, dia menambahkan, juga berkontribusi dalam menciptakan lapangan kerja, mempromosikan pariwisata.serta membangkitkan kesadaran sosial yang berpengaruh terhadap pembangunan kesejahteraan masyarakat.
Menurut dia, industri film berkontribusi terhadap penciptaan lebih dari 24 juta lapangan kerja.
Di samping itu, subsektor film, musik, dan gim menyumbang sekitar 25 persen dari total nilai ekonomi kreatif nasional, seiring meningkatnya konsumsi konten lokal dan tren experience-driven economy di kalangan generasi muda.
"Proyeksi kontribusi industri film sebesar 9,8 miliar dolar AS terhadap PDB (produk domestik bruto) pada 2027 menjadi bukti bahwa sinema adalah salah satu investasi masa depan," tutur Chusnunia.
Baca juga: LSF desak DPR segera revisi UU Perfilman
Baca juga: Kemenparekraf dukung BPI buat rekomendasi untuk kemajuan film nasional
Pewarta: Fath Putra Mulya
Editor: Benardy Ferdiansyah
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.


















































