Bengkulu (ANTARA) - Koalisi Sumatera Terang untuk Energi Bersih (STuEB) melaporkan 15 dugaan kejahatan lingkungan yang dilakukan pemilik delapan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara di Pulau Sumatera ke Dirjen Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) Republik Indonesia.
"Kami mengindikasikan tidak hanya delapan PLTU ini, tetapi dari total 33 unit pembangkit yang ada di Sumatera yang diperkirakan juga melakukan tindakan yang sama. Sementara di sisi yang lain, Indonesia sedang gencar-gencarnya menjalankan agenda transisi energi," kata Konsolidator STuEB Ali Akbar di Bengkulu, Selasa.
Dia menjelaskan, berdasarkan hasil pemantauan, sembilan PLTU batubara yang beroperasi di Sumatera mulai dari Aceh sampai Lampung tidak mampu menjalankan kewajiban lingkungan yang dibebankan kepada mereka.
Baca juga: STuEB laporkan tiga PLTU batubara di Sumatra ke Dewan HAM PBB
Dugaan pelanggaran kejahatan lingkungan tersebut disampaikan oleh masyarakat sipil yang tergabung dalam koalisi Sumatera Terang untuk Energi Bersih (STuEB), kumpulan 15 organisasi masyarakat sipil di Pulau Sumatera yang beberapa tahun terakhir memantau pengelolaan lingkungan sembilan PLTU batu bara di Sumatera.
Menurut dia, berdasarkan pemantauan yang dilakukan kurun Februari hingga April 2025, laporan pengaduan disampaikan serentak melalui kanal daring yang disediakan oleh Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) Republik Indonesia (https://kemenlh.go.id/) pada Senin 5 Mei 2025.
Laporan tersebut di antaranya, Apel Green Aceh melaporkan dugaan pelanggaran pengadaan serbuk kayu bagi PLTU batu bara Nagan Raya, laporan dari Yayasan Kanopi Hijau Indonesia tentang pembuangan limbah FABA yang serampangan oleh PLTU batu bara Teluk Sepang Bengkulu.
Baca juga: PLTU Sumsel-8 beroperasi komersial penuhi kebutuhan listrik Sumatera
Kemudian laporan dari Yayasan Anak Padi tentang limbah FABA PLTU batu bara Keban Agung, laporan dari LBH Padang tentang kualitas udara yang buruk di PLTU batu bara Ombilin, laporan dari LBH Lampung tentang dugaan pelanggaran pengelolaan FABA PLTU batu bara Sebalang.
Kemudian laporan dari Sumsel Bersih tentang kerusakan sumber mata air bersih akibat pemindahan dan penutup aliran anak Sungai Niru serta rusaknya Hutan Bukit Kancil yang merupakan daerah resapan air akibat pembangunan PLTU batu bara Sumsel 1.
Kemudian laporan dari Lembaga Tiga Beradik Jambi tentang kerusakan anak Sungai Ale dan Tembesi akibat limbah FABA PLTU batu bara Semaran, serta laporan Yayasan Srikandi Lestari tentang pencemaran laut dan udara di PLTU batu bara Pangkalan Susu.
Baca juga: Pakar sebut Sumatera solusi cadangan listrik Jakarta
Ali mengatakan, program transisi energi untuk pembangkit yang sudah beroperasi, seharusnya diawali dengan mengontrol kewajiban lingkungan yang ketat terhadap kewajiban lingkungan mereka.
Sehingga pembangkit listrik yang sudah beroperasi saat ini tidak melakukan kejahatan yang merusak lingkungan dan membahayakan penduduk setempat.
"Kami berharap KLH RI melalui Gakkum segera melakukan investigasi menyeluruh dan mengambil langkah sesuai peraturan yang berlaku. Transparansi dan akuntabilitas menjadi kunci agar tidak ada lagi pengelolaan limbah yang abai terhadap hak masyarakat atas lingkungan hidup," kata Direktur Yayasan Anak Padi Lahat Syahwan.
Pewarta: Boyke Ledy Watra
Editor: M. Tohamaksun
Copyright © ANTARA 2025