Badung, Bali (ANTARA) - Yayasan Kesenian Sadewa Bali berkolaborasi dengan komunitas disabilitas tunanetra di Bali meluncurkan album digital musikalisasi puisi yang bertajuk “Jalan Suara”.
“Album ini menjadi penanda penting dalam praktik seni inklusif di Indonesia, dimana ekspresi sastra dan musik bersatu dalam karya yang dilahirkan oleh mereka yang melihat dunia bukan lewat mata, melainkan lewat rasa dan suara,” ujar Ketua Yayasan Kesenian Sadewa Bali Ryan Indra Darmawan di Badung, Bali, Selasa.
Ia mengatakan album Jalan Suara yang juga dapat diakses melalui platform digital seperti Spotify dan YouTube Music itu memuat sepuluh musikalisasi puisi, yang terdiri dari lima puisi berbahasa Indonesia dan lima puisi berbahasa Bali.
Puisi-puisi tersebut bukan hanya dipilih karena nilai estetikanya, tetapi karena kedekatannya dengan tema sosial, spiritual, dan kearifan lokal Bali.
Dalam versi berbahasa Indonesia, karya yang diangkat meliputi Dongeng dari Utara karya Made Adnyana Ole, Di Musim yang Lain, Aku Kembali oleh Ulfatin C. H., Surat Kertas Hijau oleh Sitor Situmorang, Pada Kematian Aku Bernaung oleh Cok Sawitri, dan Satu Perahu oleh Wayan Jengki Sunarta.
Sementara puisi berbahasa Bali yang diaransemen adalah Petapa Aksara oleh Mas Ruscita Dewi, Blabar Momo oleh Ni Kadek Widiasih, Gending Pragina oleh Tatukung, Kayu Cenana oleh Ki Dusun dan Kangen oleh Made Sanggra.
Ryan Indra Darmawan menjelaskan kolaborasi dalam album itu itu bukan kali pertama yang melibatkan komunitas disabilitas. Pada tahun 2019, mereka juga telah menggagas pentas drama musikal yang melibatkan penyandang disabilitas.
Baca juga: Kemensos dorong aksesibilitas layanan balai bagi tuna netra di Bali
Baca juga: Penyandang disabilitas dilatih bahasa Inggris di Bali
Menurut dia, Album Jalan Suara yang didanai oleh Dana Indonesiana itu adalah kelanjutan dari semangat kolaborasi tersebut dengan puncak kegiatannya adalah pementasan musikalisasi puisi pada 11 Mei mendatang di Gedung Dharma Negara Alaya, Denpasar.
“Kami percaya teman-teman netra punya kekuatan dalam hal suara dan rasa. Ketika mereka diberi ruang, hasilnya selalu mengejutkan,” kata dia.
Ketua Yayasan Pendidikan Dria Raba Ida Ayu Pradnyani Manthara menambahkan proyek itu tidak hanya untuk memperkenalkan dunia seni kepada siswa-siswa tunanetra, tapi juga memberi ruang untuk berkembang tanpa tekanan.
“Kami tidak pernah memaksa. Mereka bebas memilih alat musik yang mereka suka. Kami hanya mendampingi, menyediakan pelatih, dan membiarkan mereka mengekspresikan diri. Dan ternyata, banyak yang awalnya asing dengan puisi kini bisa membacakannya dengan begitu dalam,” kata dia.
Baca juga: Anies: Penyandang disabilitas perlu diberikan ruang untuk berkarya
Baca juga: Seratus karya seni anak berkebutuhan khusus warnai Tebet Eco Park
Baca juga: Polri pamerkan hasil karya seni disabilitas di Bandara Soetta
Pewarta: Rolandus Nampu/Fikri Yusuf
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2025