Jakarta (ANTARA) - Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) mengatakan bahwa pihaknya tengah menyiapkan upaya untuk mencegah terjadinya penipuan dalam ekosistem Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) atau pinjaman daring (pindar) menggunakan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI).
“Kami menyiapkan sejumlah langkah untuk mencegah terjadinya penipuan dan fraud dengan memanfaatkan teknologi AI,” ujar Ketua Umum AFPI Entjik S Djafar, di Jakarta, Selasa.
Ia menyatakan bahwa penipuan dan fraud merupakan salah satu tantangan besar dalam ekosistem keuangan digital.
Dia menuturkan bahwa penggunaan kecerdasan buatan merupakan solusi yang perlu diadopsi oleh industri dalam menghadapi tantangan tersebut.
“Beberapa teknologi itu seperti verifikasi wajah secara real time, verifikasi biometrik, serta penggunaan kriptografi yang mencegah terjadinya manipulasi, pencurian, maupun penyalahgunaan data identitas,” kata Entjik.
Selain mendeteksi penipuan dan mencegah terjadinya fraud, ia menyampaikan bahwa berbagai teknologi tersebut dapat diterapkan dan diintegrasikan untuk penilaian dan manajemen risiko kredit, asisten virtual berbentuk chatbot, melakukan pemasaran dan akuisisi nasabah.
Ia menyatakan bahwa pemanfaatan teknologi kecerdasan buatan juga merupakan salah satu solusi untuk memperluas jangkauan keuangan digital yang inklusif.
“AFPI percaya pemanfaatan AI yang optimal berperan penting dalam pengembangan inovasi layanan P2P lending (peer-to-peer lending/LPBBTI/pindar)," ujar Entjik.
Selain menyiapkan teknologi kecerdasan buatan, ia mengatakan bahwa pihaknya juga aktif berpartisipasi dalam berbagai kegiatan edukasi dan literasi keuangan untuk mencegah penipuan dan fraud terkait aktivitas keuangan digital.
Ia menyampaikan bahwa pihaknya terlibat dalam 541 forum dan kegiatan strategis penguatan literasi dan edukasi keuangan digital sepanjang 2024.
"Literasi dan edukasi merupakan kunci untuk membantu masyarakat tidak terjebak oleh platform ilegal yang merugikan dan membantu pemerintah memperluas literasi dan inklusi keuangan nasional,” katanya pula.
AFPI pun berkomitmen untuk terus menggencarkan program literasi dan inklusi keuangan pada 2025 dengan menyusun sejumlah rencana kegiatan literasi dan edukasi keuangan untuk UMKM, komunitas masyarakat, civitas academica, hingga media massa.
“Kami meyakini dengan edukasi dan inovasi yang berkelanjutan, industri ini bisa terus berkontribusi positif terhadap ekonomi digital Indonesia, lewat kemudahan akses pada layanan keuangan,” ujar Entjik S Djafar.
Menurut Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2025, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan bahwa indeks literasi keuangan masyarakat Indonesia tercatat 66,46 persen, jauh lebih rendah daripada indeks inklusi keuangan yang sebesar 80,51 persen.
OJK juga mencatat bahwa outstanding pembiayaan industri fintech P2P lending tumbuh 31,06 persen year-on-year (yoy) menjadi Rp80,07 triliun pada Februari 2025, dengan tingkat risiko kredit macet secara agregat (TWP90) sebesar 2,78 persen.
Baca juga: Bareskrim tangkap empat penipu pinjaman daring di Sulsel
Baca juga: LaNyalla minta kasus penipuan pinjaman daring ditangani serius
Pewarta: Uyu Septiyati Liman
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2025