Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memperkuat kompetensi teknis pengelola konservasi di Papua, Maluku, dan Nusa Tenggara Timur guna meningkatkan kemampuan mendeteksi spesies hiu dan pari yang dilindungi di wilayah perairan timur Indonesia.
Direktur Jenderal Pengelolaan Kelautan KKP Koswara mengatakan, upaya itu dilakukan melalui bimbingan teknis identifikasi hiu dan pari dilindungi dan penggunaan aplikasi e-SAJI yang diselenggarakan di Bali dalam mendukung Oceans for Prosperity Project (LAUTRA).
"KKP telah menetapkan perlindungan penuh untuk spesies penting seperti hiu paus, hiu berjalan, pari manta, pari gergaji, pari kei, dan pari sungai," kata Koswara dalam keterangan di Jakarta, Senin.
Dia menyampaikan, memperkuat kompetensi teknis pengelola kawasan konservasi khususnya di wilayah Timur Indonesia dalam mendeteksi spesies hiu dan pari yang dilindungi serta tercantum dalam Appendiks Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES).
Baca juga: KKP optimalkan digitalisasi untuk tingkatkan layanan perikanan tangkap
Koswara menegaskan, dalam penyelenggaraan perlindungan biota sesuai Apendix CITES, indikator yang utama adalah menurunkan risiko ancaman kepunahan biota tersebut.
“Perizinan hanya salah satu instrumen pengendalian. Yang utama adalah meningkatkan pengelolaan kawasan konservasi sesuai biota yang ada di dalamnya,” terang Koswara.
Dia menyebutkan, sebanyak 28 kawasan konservasi seluas 5,75 juta hektare telah didedikasikan untuk melindungi hiu dan pari sebagai bagian dari komitmen strategis KKP yang dicapai melalui kolaborasi dengan berbagai pihak.
"Oleh sebab itu, pelibatan pengelola kawasan konservasi sebagai dinamika regulasi dan kelembagaan yang harus disikapi dengan baik, memerlukan wawasan dan pengetahuan yang terus diperbarui," ucapnya.
Baca juga: KKP gencarkan pembinaan legalitas izin edar produk perikanan
Sementara itu, Direktur Konservasi Spesies Genetik Ditjen Pengelolaan Kelautan KKP Sarmintohadi menekankan persepsi yang seragam dalam mengidentifikasi spesies hiu dan pari dilindungi sangat dibutuhkan.
Menurutnya pengelola kawasan konservasi perlu mendapat bimbingan teknis karena sebagai garda terdepan KKP dalam melakukan identifikasi mencakup teknik identifikasi bio-ekologi dan identifikasi jenis hiu–pari, serta penerapan regulasi internasional dan nasional terkait CITES.
"Peningkatan kapasitas juga didesain untuk memperkuat jejaring kerja lintas instansi, termasuk pelaku usaha dan pemerintah daerah untuk perlindungan biota dilindungi," ucap dia.
Program yang diikuti 20 orang pengelola kawasan itu berhasil dijalankan secara kolaboratif atas Kerjasama KKP dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Asosiasi Koral Kerang dan Ikan Hias Indonesia (AKKII), Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali, serta Pelaku Usaha yang ada di Bali.
Baca juga: KKP: Penerapan CBIB pacu produktivitas budidaya udang di Kebumen
"Hal itu sejalan dengan kebijakan KKP dalam mewujudkan pengelolaan jenis ikan dilindungi dengan prinsip ekonomi biru yang berkelanjutan," tutur Sarmintohadi.
KKP telah menyiapkan kerangka hukum sebagai komitmen memperkuat legalitas, ketertelusuran dan keberlanjutan pemanfaatan biola laut dilindungi/Appendiks CITES melalui Permen KP No. 61/2018 tentang Pemanfaatan Jenis Ikan yang Dilindungi dan/atau dalam Appendiks CITES.
"Sebagai upaya dalam menjaga nilai ekonomis tanpa mengorbankan kelestariannya," kata Sarmintohadi.
Pewarta: Muhammad Harianto
Editor: Abdul Hakim Muhiddin
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.