Ketua IKADIP usulkan pilkada dengan sistem asimetris

2 months ago 15

Jakarta (ANTARA) - Politisi senior sekaligus Ketua Bidang Organisasi Ikatan Alumni Doktor Ilmu Pemerintahan (IKADIP) IPDN Achmad Baidowi mengusulkan pelaksanaan pilkada sistem asimetris, yakni pilkada yang mengombinasikan sistem langsung dan sistem tidak langsung.

Hal tersebut disampaikannya menanggapi mencuatnya wacana evaluasi dalam proses pelaksanaan pemilihan kepala daerah atau pilkada.

"Bisa saja gubernur dan wakil gubernur dipilih oleh DPRD sedangkan bupati/walikota dan wakil bupati/wakil walikota dipilih secara langsung, atau bisa juga dibalik," kata Baidowi dalam keterangannya di Jakarta, Senin.

Awiek, sapaan akrabnya, mengatakan dalam konstitusi yakni UUD 1945 tidak ada perintah pelaksanaan pilkada secara langsung. Dalam Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 menyebutkan bahwa kepala daerah (Gubernur, Bupati, dan Walikota) dipilih secara demokratis.

"Penekanannya adalah demokratis. Nah, demokratis itu tidak harus bermakna langsung. Toh, dalam Pancasila sila ke-4 disebutkan musyawarah perwakilan," tegasnya.

Mantan Wakil Ketua Baleg DPR RI ini menilai sistem asimetris ini bukanlah hal yang asing, karena sudah dilakukan di dua provinsi yakni, DKI Jakarta dan DI Yogyakarta.

Keduanya diatur oleh Undang-undangan tersendiri yang berbeda dengan provinsi lainnya. Mengenai kekhususan ini, sudah ada dasar konstitusinya yakni UUD 1945 Pasal 18B ayat 1 yang berbunyi, “Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa, yang diatur dengan undang-undang.”

Awiek menilai penggunaan sistem asimetris sejalan dengan efisiensi penggunaan anggaran negara serta mengurangi konflik horisontal.

"Pilkada itu hanyalah sarana untuk memilih pemimpin. Sedangkan tujuan demokrasi adalah untuk menciptakan kesejahteraan rakyat. Maka, jika anggaran pilkada bisa dialihkan untuk pembangunan, kesejahteraan rakyat akan mudah tercapai," tuturnya.

Wacana evaluasi tersebut muncul karena besarnya anggaran pelaksanaan pilkada dan juga potensi timbulnya konflik horisontal.

Menurut dia, anggaran negara yang digunakan untuk pelaksanaan pilkada mencapai Rp41 triliun. Belum lagi, biaya politik yang dikeluarkan masing-masing kandidat.

"Melihat dari aspek anggaran, cukuplah besar. Jika sistemnya disederhanakan, maka akan terjadi penghematan. Sehingga anggarannya bisa dialokasikan untuk pembangunan," kata Baidowi.

Baca juga: Dasco ungkap partai-partai tengah simulasikan sistem pemilu-pilkada

Baca juga: Anggota DPR: Surat pimpinan Komisi III singgung soal perpanjangan DPRD

Baca juga: KPU siap laksanakan pemilu terpisah sesuai putusan MK

Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |