Jakarta (ANTARA) - Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) mengatur batas kepemilikan akun pada platform digital bagi anak-anak untuk mencegah mereka terlibat judi online.
Hal itu disampaikan Menkomdigi Meutya Hafid pada Festival Internet Aman Untuk Anak Tahun 2025 di Jakarta, Rabu, untuk merespons data dari Satuan Tugas Pemberantasan Judi Online yang menyebutkan bahwa ada 440 ribu anak usia 10-20 tahun yang terlibat judi online.
Baca juga: Polda Aceh ungkap 55 kasus perjudian dengan 64 tersangka
"Pemerintah saat ini melalui Kemkomdigi menyusun rancangan peraturan pemerintah terkait tata kelola perlindungan anak di dalam ruang digital yang mengatur pembatasan kepemilikan akun pada platform digital bagi anak-anak. Aturan ini bertujuan bukan untuk membatasi, melainkan untuk proteksi dan memberikan perlindungan anak-anak dari konten-konten yang penuh risiko," katanya.
Ia menjelaskan, pembatasan akan dilakukan sesuai klasifikasi umur dan tingkat risiko dari fitur-fitur yang ada di platform digital.
Meutya juga menyoroti sebanyak dua persen pemain judi online adalah anak-anak di bawah 10 tahun, sehingga pemerintah bersama seluruh masyarakat perlu memberi perhatian pada hal tersebut.
"Itu adalah data-data yang dicatat oleh pemerintah dan mengkhawatirkan karena itu bukan hanya sekadar angka-angka, melainkan hak anak-anak atas ruang digital yang aman," ucapnya.
Ia mengemukakan, anak-anak tidak hanya menjadi target konten-konten judi online, tetapi juga target-target untuk konten-konten negatif lainnya, seperti kekerasan seksual di dunia maya.
Baca juga: Diduga depresi akibat judi online, seorang pria nekat akhiri hidup
"Ada banyak sekali kasus-kasus menurut orang tua atau guru yang menyampaikan kepada kami di mana anaknya itu browsing (berselancar di internet) hal yang biasa, tetapi kemudian muncul secara tiba-tiba, ini juga cerita dari seorang anak, secara tiba-tiba muncul sendiri gim-gim online yang mengarah ke judi online, atau konten-konten yang tidak pantas untuk dilihat oleh anak-anak tanpa dicari," tuturnya.
Menkomdigi juga mengajak para guru dan orang tua untuk turut berkolaborasi memberikan pemahaman tentang literasi digital kepada anak-anak.
"Saya mengajak para guru untuk menjadikan literasi digital sebagai bagian dari proses belajar-mengajar, karena kalau nanti peraturannya sudah ada, bapak/ibu gurunya tetap perlu melakukan literasi. Peraturan tidak menyelesaikan 100 persen masalah kalau pemahamannya tidak baik, tetapi literasi saja tidak akan cukup tanpa peraturan," paparnya.
Menurutnya, guru dan orang tua juga perlu mendidik anak-anaknya untuk menjadi warga digital yang bijak.
"Jadi peraturannya dibuat, literasinya dijalankan oleh orang tua dan guru, sehingga sekolah bukan hanya tempat untuk belajar, membaca dan berhitung, melainkan juga mengajari anak-anak menjadi warga digital yang bijak. Banyak aplikasi yang bisa membantu kita memantau aktivitas daring anak-anak tanpa harus mengganggu privasi anak secara berlebihan," demikian Meutya Hafid.
Baca juga: Polri: Tersangka RI habiskan miliaran untuk judi online 1XBET
Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari
Editor: Sambas
Copyright © ANTARA 2025