Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyampaikan bahwa pengentasan atau eliminasi penyakit malaria tidak hanya membutuhkan pendekatan terhadap manusia, tetapi juga diperlukan pendekatan lingkungan dan vektor penularan penyakit.
"Nah, ini kan tentu membutuhkan pendekatan tidak hanya dari orang, tapi lingkungan, juga vektor," kata Direktur Penyakit Menular Kemenkes Ina Agustina Isturini dalam temu media di Jakarta, Kamis.
Lebih lanjut, Ina menjelaskan pendekatan terhadap manusia dalam konteks penanganan malaria merujuk pada intervensi yang langsung menyasar individu atau kelompok masyarakat. Intervensi itu, ujar dia, dilakukan untuk mencegah, mendeteksi, dan mengobati infeksi malaria secara tepat waktu dan efektif.
Lalu, pendekatan lingkungan dalam penanganan malaria merupakan strategi yang bertujuan mengubah atau memperbaiki kondisi lingkungan agar tidak mendukung perkembangbiakan nyamuk vektor malaria, yakni nyamuk Anopheles betina sekaligus mengurangi kontak antara manusia dan nyamuk.
Sementara itu, pendekatan vektor merupakan penanganan malaria yang merujuk pada upaya pengendalian dan pemutusan siklus hidup nyamuk pembawa parasit malaria, yaitu nyamuk Anopheles.
Baca juga: Kemenkes luncurkan PCMI perkuat kolaborasi eliminasi malaria
Baca juga: Peneliti BRIN ungkap potensi implementasi AI pada diagnosis malaria
Menurut Ina, ketiga pendekatan itu sangat bernilai penting untuk dilakukan di Tanah Air, terutama jika mengingat dalam sepuluh tahun terakhir, Kemenkes mencatat terdapat peningkatan capaian kasus malaria.
Diketahui pada tahun 2015, Kemenkes mencatat terdapat sebanyak 217.025 kasus malaria di Indonesia. Lalu jumlah kasus itu melonjak hingga 239.733 kasus pada 2025.
Sebelumnya, Ina telah menyampaikan bahwa malaria merupakan penyakit yang disebabkan oleh parasit protozoa plasmodium. Penularan penyakit itu, kata dia melanjutkan, terjadi melalui gigitan nyampuk Anopheles betina.
Ia juga menyampaikan terdapat sejumlah gejala malaria yang patut diwaspadai masyarakat, yaitu demam, menggigil, sakit kepala, berkeringat dalam jumlah banyak, lemas, mual, muntah, nyeri otot, dan sendi.
"Meskipun begitu, malaria merupakan penyakit yang bisa dideteksi, diobati, dan dicegah sehingga memungkinkan untuk dieliminasi," kata dia.
Baca juga: Dokter spesialis: Terapkan ABCD guna cegah malaria
Baca juga: Kemenkes targetkan 8 juta tes malaria untuk temukan 1,1 juta kasus
Baca juga: Benarkah gigitan nyamuk malaria lebih berbahaya saat sore hari?
Pewarta: Tri Meilani Ameliya
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2025