Melbourne (ANTARA) - Insinyur di Australia telah mengembangkan bahan bangunan baru yang dapat digunakan kembali dan didaur ulang yang terbuat dari kardus, tanah, dan air yang memiliki jejak karbon sekitar seperempat dari beton.
Royal Melbourne Institute of Technology (RMIT) Australia memaparkan bahwa bahan inovatif yang disebut tanah padat terbungkus karton (cardboard-confined rammed earth) ini dapat secara signifikan memangkas jejak karbon konstruksi serta mengurangi limbah yang dibuang ke tempat pembuangan akhir.
RMIT menyebutkan bahwa bahan bangunan ini, yang membuat proses konstruksi tidak membutuhkan semen, menghasilkan emisi sekitar seperempat dari emisi beton sekaligus menawarkan harga tak sampai sepertiga dari harga beton.
"Dengan hanya menggunakan karton, tanah, dan air, kita dapat membuat dinding yang cukup kuat untuk menopang bangunan rendah," kata Ma Jiaming, peneliti RMIT yang menjadi penulis utama dalam penelitian yang telah diterbitkan dalam jurnal Inggris Structures tersebut.
Dalam sebuah penelitian terpisah, Ma menggabungkan serat karbon dengan tanah padat, mencapai kekuatan yang setara dengan beton berkinerja tinggi.
Ma mengatakan bahwa inovasi ini dapat merevolusi desain dan konstruksi bangunan dengan menggunakan bahan lokal yang dapat didaur ulang. Inovasi ini mencerminkan kebangkitan konstruksi berbasis tanah di ranah global yang didorong oleh target net-zero dan fokus pada keberlanjutan.
"Bangunan-bangunan berdinding tanah padat terutama cocok untuk iklim panas karena secara alami mengatur suhu dan kelembapan di dalam ruangan," ujar Ma.
Metode ini melibatkan pemadatan campuran tanah dan air di dalam cetakan karton yang dapat dibuat di lokasi, sehingga mengurangi kebutuhan untuk mengangkut bahan konstruksi berat.
Setiap tahunnya, Australia mengirim lebih dari 2,2 juta ton karton dan kertas ke tempat pembuangan akhir, sementara produksi semen dan beton menyumbang sekitar 8 persen dari emisi global tahunan.
Tim engineer dari RMIT mengatakan inovasi ini dapat bermanfaat untuk pembangunan di daerah terpencil yang memiliki tanah merah melimpah. Tim tersebut juga sedang mencari kemitraan dengan sektor industri terkait.
Pewarta: Xinhua
Editor: Imam Budilaksono
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.