Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kehutanan (Kemenhut) mengatakan kebijakan reforma agraria menjadi pilar utama untuk mewujudkan keadilan sosial dan pemerataan ekonomi masyarakat.
Direktur Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan Kemenhut Agus Budi Santosa dalam keterangannya di Jakarta, Selasa, mengatakan komitmen pemerintah itu diwujudkan melalui program Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam rangka Penataan Kawasan Hutan (PPTPKH) dan Tanah Objek Reforma Agraria (TORA).
“Kebijakan ini menjadi langkah strategis dalam memastikan akses lahan yang adil bagi masyarakat serta menjaga keberlanjutan fungsi ekologis hutan Indonesia,” kata Agus.
Ia melanjutkan, program PPTPKH hadir sebagai solusi atas berbagai persoalan penguasaan tanah di kawasan hutan yang telah berlangsung selama puluhan tahun.
Dengan landasan hukum kuat seperti PP Nomor 23 Tahun 2021, Permen LHK Nomor 7 Tahun 2021, dan Perpres Nomor 62 Tahun 2023, pemerintah memastikan bahwa reforma agraria di sektor kehutanan tidak hanya sekadar redistribusi lahan, tetapi juga menyentuh aspek pemberdayaan ekonomi, peningkatan produktivitas, dan konservasi sumber daya alam.
Agus menambahkan, sejak tahun 2016 sampai dengan Oktober 2025, pelaksanaan PPTPKH dan TORA menunjukkan capaian signifikan. Berdasarkan data Kementerian Kehutanan, realisasi penyediaan sumber TORA dari kawasan hutan telah mencapai 3,04 juta hektare, atau 73 persen dari target nasional (4,1 juta hektare).
“Dari jumlah tersebut, sekitar 1,58 juta hektare merupakan penyelesaian untuk permukiman, kawasan transmigrasi, fasilitas sosial dan umum, serta lahan garapan masyarakat yang telah lama diusahakan,” ujar dia.
Salah satu capaian dalam pelaksanaan PPTPKH adalah terbitnya 224 Surat Keputusan (SK) Biru dengan total luas 373.979 hektare. Melalui SK ini, lebih dari 280 ribu bidang tanah kini memiliki legalitas formal.
“Program ini membawa dampak nyata pada berbagai aspek kehidupan. Secara sosial, PPTPKH berhasil menurunkan intensitas konflik agraria dan mengubah wilayah rawan sengketa menjadi desa produktif yang berdaya,” kata Agus.
“Secara ekonomi, lebih dari 200 ribu keluarga telah menerima manfaat langsung berupa kepastian hukum atas tanah yang mereka garap, yang kemudian menjadi modal untuk meningkatkan hasil pertanian dan perkebunan terutama komoditas jagung, kopi, dan karet,” katanya pula.
Baca juga: Kementerian ATR/BPN matangkan rencana Kebijakan Satu Peta Nasional
Baca juga: Dasco dorong pembentukan Badan Reforma Agraria sesuai aspirasi petani
Pewarta: Arnidhya Nur Zhafira
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.


















































