Kemenhut: Lahan kritis jadi faktor potensi banjir di DAS Rongkong

4 days ago 4
Lahan kritis di DAS Rongkong yang masuk sangat kritis adalah 4,87 persen terus kritis 2,46 persen, kurang lebih 7 persen

Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kehutanan (Kemenhut) mengatakan fenomena lahan kritis yang ditemukan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Rongkong di Sulawesi Selatan menjadi salah satu faktor potensi terjadinya banjir di wilayah setempat.

Kepala Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Jeneberang Saddang Kemenhut Abdul Aziz dalam diskusi daring diikuti dari Jakarta, Rabu, menyampaikan bahwa jenis tanah di DAS Rongkong adalah dystropepts yan termasuk tanah yang teksturnya lempung dan rawan terhadap erosi apabila tutupannya kurang dan curah hujan yang tinggi.

"Lahan kritis di DAS Rongkong yang masuk sangat kritis adalah 4,87 persen terus kritis 2,46 persen, kurang lebih 7 persen. Setelah kita lihat bahwa lahan kritis ini erat kaitannya dengan penggunaan lahan, kita overlay ternyata banyak masuk dalam penggunaan lahan kebun campur dan sedikit di pertanian lahan kering," jelas Kepala BPDAS Jeneberang Saddang Abdul Aziz.

Dari total luas DAS Rongkong sebanyak 172.276,75 hektare, mayoritas masih berbentuk kawasan hutan yaitu hutan lahan kering primer 34,81 persen dari total luasan dan DAS dan hutan lahan kering sekunder 23,09 persen.

Baca juga: Kemenhut: Penting cegah mayoritas lahan DAS Anai jadi kondisi kritis

Sementara itu, pertanian lahan meliputi 11,52 persen dari luas DAS dan pertanian lahan kering campur 14,21 persen.

Kondisi tersebut katanya perlu menjadi perhatian, meski kondisi limpasan air di hulu saat ini masih ada dalam keadaan rendah karena tutupan hutan yang masih baik. Dengan limpasan dalam kategori sedang ditemukan di daerah hilir dan wilayah pertanian lahan campur dan pemukiman.

Faktor itu menjadi salah satu latar belakang terjadinya banjir di wilayah DAS Rangkong termasuk yang terjadi di Kabupaten Luwu Utara pada 2020 yang menyebabkan 38 orang meninggal dunia.

"Faktor penyebab banjir di Rongkong dapat disimpulkan karena curah hujan sangat tinggi 3.000 milimeter per tahun, topografi yang curam, tanah yang mudah tererosi," jelasnya.

"Aktivitas manusia juga menjadi pemicu, di hulu perubahan penggunaan lahan walaupun hanya sebagian, berapa persen, tapi perubahan kebun campuran pertanian lahan kering sangat berpengaruh terhadap erosi yang mengakibatkan pendangkalan di sungai," demikian Abdul Aziz.

Baca juga: Kemenag Jabar wajibkan tanam pohon bagi pasangan pra-nikah

Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Sambas
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |