Kemenhut gelar konsultasi publik untuk menyusun PP tentang KSDAHE

1 month ago 7

Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kehutanan (Kemenhut) akan menggelar konsultasi publik untuk menyusun Peraturan Pemerintah (PP) tentang Undang-Undang Konservasi Sumber Daya Hayati dan Ekosistemnya (KSDAHE).

Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Kemenhut Satyawan Pudyatmoko dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu, menyatakan hal tersebut dilakukan untuk merespons putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak Uji Formil UU Konservasi SDA Hayati dan Ekosistemnya.

Satyawan mengemukakan, akan ada 15 PP yang disusun sebagai turunan dari Undang-undang (UU) Nomor 32 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, dan ditargetkan akan selesai pada tahun 2026.

"Memang ada beberapa tahapan-tahapan yang harus kita lakukan, salah satu yang paling penting adalah konsultasi publik. Konsultasi publik memang harus beberapa kali, oleh karena itu kita mengadakan beberapa kali konsultasi publik, dan tentu saja pendapat dari yang mulia hakim konstitusi akan kita masukkan, jadi dalam konsultasi publik akan kita undang lagi beliau-beliau yang dulu menolak, tetapi di PP bisa kita akomodasi," katanya.

Ia menjelaskan, sebelumnya MK juga telah menetapkan putusan sela, sehingga Kemenhut belum bisa mengatur PP turunan tentang UU 32/2024 sambil menunggu hasil dari uji formil.

Baca juga: Koalisi minta UU KSDAHE tak mengecualikan masyarakat adat

"Dulu ada putusan sela dari MK, selama belum ada keputusan tidak boleh dilakukan penyusunan peraturan-peraturan turunan undang-undang tersebut. Nah, sekarang menjadi pekerjaan besar bagi Kemenhut untuk menyusun peraturan-peraturan pemerintah terkait dengan isi dari Undang-Undang 32 Tahun 2024 sebagai aturan pelaksanaannya," paparnya.

Permohonan pengajuan uji formil UU 32/2024 dilakukan oleh Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Koalisi Rakyat Untuk Keadilan Perikanan (KIARA), dan Mikael Ane, anggota Masyarakat Adat Ngkiong Manggarai, Nusa Tenggara Timur.

Dalil yang diajukan para pemohon pada prinsipnya adalah pembentukan UU tersebut dalam prosesnya tidak melibatkan pihak-pihak terkait, dalam hal ini yakni para pemohon yang prinsipnya menyatakan bahwa tidak ada partisipasi bermakna atau meaningful participation di dalam pembentukan UU tersebut.

MK kemudian mengeluarkan putusan Nomor 132/PUU-XXII/2024 yang dibacakan dalam sidang yang digelar pada Kamis (17/7) di Ruang Sidang MK, dipimpin oleh Ketua MK Suhartoyo didampingi delapan hakim konstitusi.

Dalam putusan MK itu terdapat dua opini berbeda atau dissenting opinion dari Hakim Konstitusi Suhartoyo dan Hakim Konstitusi Saldi Isra, yang menyebut bahwa proses pembentukan UU 32/2024 telah dibahas dalam rapat bersifat tertutup yang berimbas pada kesulitan bagi masyarakat mengetahui informasi perkembangan pembahasan rancangan undang-undang dimaksud.

Kedua Hakim MK tersebut menyatakan, karena terdapat fakta proses pembahasan UU 32/2024 dilakukan secara tertutup tanpa disertai alasan valid yang berdampak pada pengabaian Asas Keterbukaan dan Keterlibatan Publik dalam mewujudkan prinsip meaningfull larticipation, seharusnya MK menyatakan bahwa UU 32/2024 mengandung cacat formil sehingga proses pembentukannya bertentangan dengan UUD Tahun 1945.

Baca juga: Aliansi masyarakat respons MK tolak permohonan uji formil UU KSDAHE
Baca juga: Kemenhut tetapkan blok pengelolaan Tahura Trumon

Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari
Editor: Riza Mulyadi
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |