Jakarta (ANTARA) - Ketua Kelompok DPD di MPR Dedi Iskandar Batubara meminta peran DPD RI lebih diperkuat dengan diberikan kewenangan untuk mengawasi kebijakan pemerintah daerah (pemda) dengan menjalankan pemantauan dan evaluasi terhadap rancangan peraturan daerah (raperda) dan peraturan daerah (perda)
"Perlu didorong tugas DPD dalam melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap raperda dan perda tidak hanya diatur dalam UU MD3 (Undang Undang tentang MPR, DPR, DPRD, DPD), namun juga diatur dalam UU Pemerintah Daerah," kata Dedi Iskandar dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Rabu.
Hal itu disampaikannya kelompok DPD di MPR menyelenggarakan diskusi publik dengan tema "Penguatan Peran DPD RI dalam Mengawasi Kebijakan Pemerintah Daerah" di Bintaro, Tangerang Selatan, Banten, Selasa (26/8).
Dia menekankan bahwa DPD RI diberikan kewenangan oleh konstitusi untuk memperhatikan persoalan-persoalan yang terkait dengan kedaerahan, sebagaimana yang termuat dalam Pasal 22D UUD NRI 1945.
"Seiring berjalan, kewenangan DPD di Pasal 22 D dianggap masih banyak kelemahan karena DPD RI tidak diberikan otoritas sebagai pengambil keputusan baik di bidang legislasi, budgeting, maupun pengawasan yang terkait kedaerahan," ucapnya.
Di sisi lain, dia menyebut Pasal 249 huruf j UU MD3 sebenarnya memberikan ruang bagi DPD RI untuk mengawasi secara langsung kebijakan pemda, termasuk pemantauan dan evaluasi atas raperda dan perda.
Namun begitu, lanjut dia, hasil pemantauan dan evaluasi yang dilakukan DPD RI tidak bisa menganulir keberadaan raperda dan perda yang dibuat oleh pemerintah daerah jika tidak sesuai dengan kehendak masyarakat daerah atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di atasnya.
"Sedangkan saat ini kewenangan untuk menganulir raperda dan perda ada di tangan pemerintah pusat ataupun juga bisa dilakukan dengan melakukan judicial review ke Mahkamah Agung jika dianggap perda itu bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di ataanya," tuturnya.
Untuk itu, dia menekankan diperlukan pengawasan berlapis mulai dari pengawasan oleh gubernur, menteri dalam negeri, dan DPD dalam rangka pengawasan preventif terhadap kebijakan pemerintah daerah agar berjalan sesuai koridor hukum dan kehendak masyarakat daerah.
"Sehingga raperda ataupun perda yang ditetapkan tidak sah atau tidak bisa dilaksanakan kecuali setelah melewati evaluasi dari gubernur, Menteri Dalam Negeri, dan DPD," ujarnya.
Dia pun menambahkan selama ini keberadaan DPD sebagai lembaga yang mempunyai kewenangan dalam mengatensi persoalan-persoalan kedaerahan belum begitu diterima oleh pemerintah daerah sehingga relasi DPD dengan kepala daerah tidak selalu sinergi.
"Ini bisa jadi karena sejak awal kepala daerah sudah underestimate terhadap DPD yang dianggap tidak memberikan keuntungan bagi pemda dibandingkan dengan DPR yang lebih dihargai karena mereka datang dengan membawa program," katanya.
Dia lantas berkata, "Mindset yang salah ini perlu diluruskan dengan menempatkan DPD sebagai lembaga yang punya peran strategis untuk mengadvokasi setiap permasalahan kedaerahan agar ada manfaatnya bagi masyarakat."
Untuk itu, dia mengatakan DPD bisa menjadi jembatan sekaligus mengawal kepentingan pusat dan daerah agar program pembangunan yang dicanangkan pemerintah pusat sejalan dan seirama dengan apa yang dijalankan pemerintah daerah sehingga tidak ada yang dirugikan ataupun ditinggalkan satu sama lain.
Baca juga: Nirmala ingin DPD Perbasi DI Yogyakarta tetap konsisten bina atlet
Baca juga: Anggota DPD RI dampingi santri asal Aceh korban penganiayaan ke LPSK
Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.