Kebebasan bermedia sosial harus diiringi dengan tanggung jawab moral

2 hours ago 2

Jakarta (ANTARA) - Sosiolog dan dosen Departemen Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada (UGM) R. Derajad Sulistyo Widhyharto, S.Sos., M.Si mengatakan kebebasan dalam memakai media sosial harus berjalan beriringan dengan tanggung jawab moral dan hukum.

Kepada ANTARA, Jumat, Derajad mengatakan di era digitalisasi di mana setiap orang bisa menjadi pembuat konten (content creator), ada tantangan besar serta batasan yang perlu dipahami masyarakat, bukan lagi soal kemampuan teknis, tetapi soal etika dan kesadaran sosial dalam bermedia.

“Batasan pertama yang perlu dipahami masyarakat mempunyai batas hukum. Tidak semua hal boleh diunggah, terutama jika mengandung unsur pelanggaran seperti hoaks, ujaran kebencian, pornografi, pelanggaran privasi, atau pencemaran nama baik,” kata Derajad.

Ia menambahkan banyak unggahan di media sosial yang tadinya dianggap biasa saja berujung pada pelanggaran hukum karena menyinggung atau merugikan orang lain.

Baca juga: Matinya otoritas: ketika semua orang menjadi ahli di era digital

Derajad mengatakan masyarakat perlu memahami bahwa dunia digital kini berada dalam jangkauan etika sosial dan hukum negara serta bukan sebatas ruang hampa melainkan terdapat kepentingan yang menyangkut sosial di dalam dunia digital.

Batasan kedua yang perlu dipahami ketika bermedia sosial adalah harus memiliki etika dan empati. Derajad menjelaskan tidak semua peristiwa harus dijadikan konten, apalagi yang menyangkut kesedihan, musibah atau aib orang lain.

“Masyarakat perlu belajar memilah mana yang pantas dibagikan ke publik dan mana yang sebaiknya tetap menjadi ruang privat. Prinsip sederhana yang bisa dipegang adalah apakah konten ini memberi manfaat, atau justru melukai martabat orang lain,” jelasnya.

Selain itu, Derajad mengatakan di tengah banjir data dan algoritma yang mendorong viralitas, perlu dibarengi dengan tanggung jawab informasi, tidak sekedar keinginan menjadi terkenal sesaat dengan cara sensasional.

Ia mengingatkan kreator konten harus menerapkan prinsip budaya digital yang sehat, yakni budaya yang mengutamakan nilai dan edukasi, bukan sekadar eksposur dan impresi.

Derajad menjelaskan batasan-batasan dalam dunia digital sebenarnya menguji kedewasaan masyarakat dalam mengelola bentuk partisipasi terhadap ruang publik melalui konten. Konten yang dibagikan sebaiknya bermakna mencerdaskan, beradab dan empatik, bukan sekadar pencitraan.

Ia juga menekankan pentingnya pendidikan literasi digital dan bisa mengelola emosi dengan baik dibutuhkan agar setiap konten yang dihadirkan bisa memiliki makna bagi publik.

Baca juga: Nezar Patria soroti bahaya fenomena bilik gema di media sosial

Baca juga: Threads hadirkan fitur baru untuk menyetujui dan menyaring balasan

Pewarta: Fitra Ashari
Editor: Indriani
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |