Banjarbaru (ANTARA) - Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Selatan memprioritaskan program Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) pada enam titik Daerah Aliran Sungai (DAS) guna meminimalisasi dampak bencana banjir.
“Dalam menentukan strategi yang tepat saat menghadapi banjir, beberapa faktor perlu diperhatikan, seperti penyebab utama banjir, kinerja Daerah Tangkapan Air (DTA), serta dampak ekonomi dan sosial yang ditimbulkan,” ujar Kepala Bidang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Rehabilitasi Hutan dan Lahan (PDASRHL) Dishut Kalsel Alip Winarto di Banjarbaru, Kamis.
Ia menyebutkan enam titik DAS yang menjadi prioritas di antaranya DAS Barito mencakup empat titik di Sub DAS Martapura, Riam Kiwa, Negara, dan Barabai, serta DAS Maluka, dan DAS Tabonio yang mendesak untuk segera mendapatkan intervensi rehabilitasi.
“Dishut Kalsel memiliki peran penting dalam pengendalian banjir melalui upaya mitigasi, terutama dalam pencegahan dan pengurangan risiko bencana banjir melalui kegiatan RHL,” ujarnya.
Alip menjelaskan sebagian faktor penyebab banjir bersifat alami dan tidak dapat dikendalikan, terdapat faktor lain yang masih bisa diintervensi, seperti peningkatan daya dukung ekosistem hutan dan daerah resapan air melalui program RHL.
Menurut dia, dalam menghadapi tantangan banjir yang semakin kompleks, diperlukan kebijakan dan strategi inovatif yang melibatkan berbagai sektor.
Alip menuturkan kegiatan RHL yang difokuskan pada daerah prioritas dengan kondisi kritis dan berdampak pada penurunan fungsi DTA, merupakan bagian dari upaya konkret dalam mengatasi dampak banjir, belajar dari bencana banjir bandang yang terjadi pada 2021 dan banjir yang terjadi di berbagai daerah pada Januari 2025.
Hingga saat ini, kata dia, Dishut Kalsel telah merehabilitasi lebih dari 7.000 hektare lahan melalui berbagai skema pendanaan, seperti Rehabilitasi DAS PPKH, RHL dengan dana APBN dan APBD, serta program FOLU Net Sink 2030.
Selain rehabilitasi vegetatif, Dishut Kalsel juga melakukan RHL non-vegetatif berupa pembangunan infrastruktur konservasi, seperti Gully Plug, Dam Penahan, Instalasi Penampungan Air Hujan (IPAH), dan Sumur Resapan.
Alip menekankan bahwa upaya mitigasi banjir melalui kegiatan RHL tidak dapat dilakukan oleh Dishut saja, tetapi harus melibatkan seluruh pihak, mulai dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, sektor swasta, dan masyarakat.
Dia mengatakan kolaborasi tersebut sejalan dengan Peraturan Daerah Kalsel Nomor 7 Tahun 2018 tentang Gerakan Revolusi Hijau yang menekankan pentingnya peran semua pemangku kepentingan dalam menjaga keseimbangan ekosistem dan keberlanjutan lingkungan.
“Kegiatan rehabilitasi yang melibatkan berbagai sumber pendanaan dan aktor, seperti BPDAS Barito, Dinas Kehutanan, serta perusahaan yang memiliki kewajiban reklamasi hutan bekas tambang, menjadi bukti nyata bahwa sinergi multipihak adalah kunci dalam menghadapi tantangan banjir,” ujar Alip.
Baca juga: KLHK tanam 7.500 pohon di DAS Gunung Pamaton Banjar
Baca juga: KLHK ingin Kalsel jadi percontohan rehabilitasi DAS di Indonesia
Pewarta: Tumpal Andani Aritonang
Editor: Riza Mulyadi
Copyright © ANTARA 2025