Inovasi mahasiswa Unej "DryToba" percepat pengeringan tembakau

5 days ago 2
Alat itu berfungsi untuk membantu proses pengeringan agar lebih cepat, higienis, dan ramah lingkungan, tidak lagi bergantung pada kondisi cuaca,

Lumajang, Jawa Timur (ANTARA) - Inovasi yang dibuat mahasiswa Universitas Jember (Unej) berupa alat pengering tembakau otomatis bernama DryToba mempercepat pengeringan tembakau di Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, sehingga bermanfaat bagi petani di kabupaten setempat.

"DryToba dirancang sebagai jawaban atas masalah pengeringan yang dihadapi Kelompok Tani di Desa Bades, Kecamatan Pasirian," kata Ketua Tim Pelaksana Rizki Agus Setyawan di Kampus Unej, Selasa.

Kelompok Tani Sukatani di Desa Bades merupakan salah satu kelompok budidaya tembakau terbesar di Lumajang dengan lahan sekitar 150 hektare dan melibatkan lebih dari 120 keluarga petani.

"Alat itu berfungsi untuk membantu proses pengeringan agar lebih cepat, higienis, dan ramah lingkungan, tidak lagi bergantung pada kondisi cuaca," tuturnya.

Baca juga: KPAI tekankan pentingnya implementasi PP Pengendalian Tembakau

Ia mengatakan, sektor pertanian tembakau Indonesia, khususnya di Kabupaten Lumajang secara historis menghadapi tantangan besar akibat ketidakpastian iklim, sehingga mahasiswa Unej menciptakan alat pengering otomatis.

"Di Desa Bades, proses pengeringan tembakau konvensional tidak hanya memakan waktu 7–10 hari, tetapi juga sangat rentan terhadap curah hujan tinggi," tuturnya.

Ia mengatakan, kondisi itu memperpanjang waktu pengeringan hingga 15 hari, menyebabkan sekitar 30 persen produk tembakau mengalami penurunan mutu dan kerugian finansial akibat turunnya harga jual hingga 20 persen.

"Mesin pengering modern DryToba dikembangkan untuk mengatasi kendala pengeringan yang selama ini menjadi hambatan utama petani," katanya.

Baca juga: PTPN siapkan 500 hektare lahan perkuat industri tembakau di Deli

Mesin itu dirancang untuk menjaga suhu ideal pada kisaran 30 derajat Celsius dan dapat bekerja otomatis selama 24 jam tanpa tergantung cuaca.

Ia menjelaskan, keunggulan teknologi DryToba terbukti signifikan dan mesin itu mampu mengeringkan hingga 250 kg daun tembakau basah dalam waktu hanya 2–3 hari, jauh lebih cepat dibandingkan metode konvensional yang memakan waktu hingga dua minggu.

"Inovasi itu meningkatkan efisiensi pengeringan hingga 70 persen dan mampu menekan tingkat kerusakan produk yang semula 30 persen menjadi hanya 3 persen saja," katanya.

Ia berharap penerapan teknologi inovatif seperti DryToba dapat menjadi langkah awal menuju pertanian tembakau modern yang efisien dan berkelanjutan di wilayah Lumajang.

Baca juga: Kemenperin nilai tidak naiknya tarif CHT jadi insentif bagi IHT

"Inovasi itu sekaligus menjadi bukti kontribusi nyata mahasiswa Unej dalam memecahkan masalah di tengah masyarakat dan mendorong peningkatan kualitas komoditas unggulan daerah," ujarnya.

Sementara Ketua Kelompok Sukatani, Gunawan mengatakan, biasanya petani harus menunggu cuaca panas beberapa hari agar tembakau bisa kering sempurna.

"Sekarang, dengan alat DryToba, proses pengeringan lebih cepat dan hasilnya lebih bagus. Kualitas tembakau kami juga stabil, jadi harganya tidak jatuh," katanya.

Secara finansial, inovasi itu memberikan dampak ekonomi yang nyata. Dengan biaya operasional mesin yang diperkirakan Rp3.000.000 per musim, maka petani mitra dapat meningkatkan pendapatan bersih hingga 25 persen.

Baca juga: Bea Cukai Bali petakan jalur ilegal penyelundupan hasil tembakau

Rata-rata pendapatan bersih per hektare dari budidaya tembakau yang sebelumnya Rp50 juta, kini berpotensi meningkat menjadi Rp62,5 juta per hektare.

Berkat inovasi berupa DryToba itu, tim mahasiswa Unej melalui Program Kreativitas Mahasiswa bidang Penerapan IPTEK (PKM-PI) berhasil meraih pendanaan dari Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdiktisaintek).

Program PKM-PI itu tidak hanya menyerahkan alat, tetapi juga memberikan pelatihan intensif kepada petani mengenai cara perawatan alat, pemeliharaan suhu, serta pengelolaan hasil panen tembakau agar lebih bernilai jual di pasaran.

Hal itu juga memastikan keberlanjutan dan adopsi teknologi oleh masyarakat setempat, menjamin investasi riset itu dapat dinikmati dalam jangka panjang.

Baca juga: Wamenperin: Kontribusi CHT capai Rp216,9 triliun pada 2024

Pewarta: Zumrotun Solichah
Editor: Abdul Hakim Muhiddin
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |