Bangkok (ANTARA) - Tak ada yang benar-benar pasti dalam liputan multievent. Prediksi bisa meleset, rencana bisa buyar, dan berita kerap datang dari arah yang tak terduga.
Itulah yang kembali terjadi pada SEA Games 2025 Thailand ketika perebutan emas pertama Indonesia justru menghadirkan drama kecil yang memperlihatkan bagaimana kerja jurnalisme olahraga bukan sekadar soal menulis hasil pertandingan, tetapi juga membaca arah angin, mengatur insting, dan berkejaran dengan momen.
Sejak sehari sebelumnya, sejumlah cabang olahraga telah dipetakan memiliki peluang menyumbang medali emas pertama bagi Kontingen Merah Putih.
Balap sepeda nomor downhill jadi kandidat terkuat karena final berlangsung lebih awal, sementara dayung kayak, taekwondo, dan bulu tangkis juga masuk radar.
Namun pada hari-hari seperti ini, pengalaman mengajarkan keyakinan tak selalu berjalan searah dengan kenyataan.
Tim liputan ANTARA bergegas menuju venue downhill di Khao Kheow Open Zoo, Chonburi. Trek menurun yang basah oleh embun pagi memberi isyarat balapan bakal sengit. Segala kemungkinan dipasang, pembalap Indonesia sedang dalam grafik naik, cuaca relatif bersahabat, dan nomor ini kerap memberikan kejutan.
Tetapi ketika garis finis menyentuh kepastian, warna medali ternyata bukan emas. Indonesia meraih perak. Tetap membanggakan, tetap bersejarah, tetapi bukan emas yang pertama.
Setelah hasil tersebut, tim di Chonburi bergegas ke venue kayak. Jaraknya sekitar 64 km atau sekitar 1 jam lebih ditempuh dengan kendaraan roda empat.
Di sana, tim ANTARA melaporkan keberhasilan nomor 500 meter campuran yang diperkuat Indra Hidayat, Ramla Baharuddin, Subhi, dan Stevani Maysche Ibo. Informasi awal menyebut mereka meraih emas.
Di waktu yang hampir bersamaan, tim ANTARA yang berada di Bangkok ada kabar taekwondo juga memastikan kemenangan.
Dalam hitungan menit, percakapan di grup liputan berubah menjadi debat kecil. Siapa sebenarnya yang meraih emas pertama Indonesia?
Website resmi SEA Games 2025 tidak memutakhirkan hasil secara real-time.
Data dari Chonburi masuk lebih dulu, sementara detail pertandingan taekwondo baru menyusul. Di antara ketidakpastian itulah, jurnalis harus memutuskan dengan presisi. Menunggu konfirmasi resmi adalah pilihan paling aman.
Tak lama kemudian, kepastian datang. Emas pertama Indonesia berasal dari arena taekwondo, tepatnya dari nomor men’s recognized poomsae team melalui trio Muhammad Rizal, Muhammad Hafizh Fachrul Rhazy, dan Muhammad Alfi Kusuma.
Bukan dari cabang yang paling ramai menjadi bidikan pewarta, tetapi dari disiplin yang justru telah menanti lebih dari satu dekade untuk kembali merasakan puncak podium.
Editor: Sapto Heru Purnomojoyo
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.


















































