Jakarta (ANTARA) - Wakil Menteri Komunikasi dan Digital (Wamenkomdigi) Nezar Patria menyatakan bahwa Indonesia siap untuk memimpin dialog negara-negara Selatan (Global South) untuk bisa menguatkan kolaborasi merumuskan regulasi kawasan tentang kecerdasan artifisial (AI) yang adil dan berdaulat.
“Indonesia punya komitmen kuat untuk mendorong kolaborasi Global South. Saat bertemu Direktur Jenderal UNESCO, Gabriel Ramos, setahun lalu, beliau justru meminta Indonesia mengambil peran memimpin dialog negara Selatan,” kata Nezar dalam keterangan resminya di Jakarta, Rabu.
Komitmen ini juga disampaikannya saat bertemu dengan dengan Direktur AI, Emerging Tech & Regulation, International Fund for Public Interest Media (IFPIM) APAC, Irene Jay Liu; Executive Director of the Associação de Jornalismo Digital (Ajor) Brasil, Maia Fortes; dan Head of GIBS Media Leadership Think Tank South Africa, Michael Markovitz.
Baca juga: Hassan Wirajuda: "Global South" perlu penggerak utama
Menurut Nezar, Indonesia telah mengajukan diri sebagai tuan rumah UNESCO Global Forum for Ethics of AI untuk 2026.
Dalam forum itu, Nezar mengusulkan diselenggarakannya pertemuan negara-negara Selatan untuk secara khusus membahas kedaulatan AI, dan peran jurnalisme di tengah disrupsi AI.
“Yang kita butuhkan saat ini adalah kemauan politik yang kuat dari negara-negara Selatan. Kita harus punya instrumen untuk duduk bersama dan berdialog dengan para raksasa teknologi, guna menciptakan ekosistem digital yang sehat dan adil, termasuk bagi jurnalisme berkualitas,” tegasnya.
Nezar juga mengungkap hasil pertemuannya dengan Utusan Teknologi PBB Amandeep Singh Gill beberapa waktu lalu, diskusi itu menekankan urgensi kerja sama lebih erat antar negara berkembang dalam menghadapi regulasi global AI yang masih dalam tahap awal.
Apalagi dalam lanskap global, Nezar menyebutkan pengaturan AI saat ini banyak dibahas di negara-negara maju. Misalnya regulasi AI dengan dekrit presiden seperti di AS, atau dalam bentuk awal undang-undang seperti AI Act di Uni Eropa dan kebijakan di Korea Selatan.
Sementara negara-negara Global South dinilai belum memiliki ruang advokasi yang cukup kuat, maka dari itu penting untuk mewujudkan kolaborasi agar negara-negara berkembang juga bisa ikut ambil bagian dan tak tertinggal merespon kemajuan dan perkembangan AI di tingkat kawasan.
“Hingga kini, belum ada regulasi permanen soal AI. Ini momentum emas bagi negara-negara Selatan untuk bersama-sama menyusun sikap, terutama soal kedaulatan digital,” katanya.
Menanggapi inisiatif dari delegasi Afrika Selatan, Nezar juga menyoroti pentingnya memanfaatkan forum-forum global termasuk forum M20, yaitu Pertemuan Menteri Komunikasi negara anggota G20 yang akan digelar tahun depan.
“Forum M20 bisa jadi momentum penting. Tapi kita butuh lebih dari sekadar pernyataan politik. Kita butuh komitmen nyata, misalnya membentuk sekretariat atau forum tetap yang bisa menyuarakan posisi kita secara kolektif menghadapi ekosistem digital yang timpang,” ungkapnya.
Dalam berbagai forum global mengenai AI, Indonesia menegaskan kesiapan menjadi penghubung dialog strategis di kawasan, tidak hanya untuk memperjuangkan hak-hak penerbit, tetapi juga untuk membangun tata kelola AI global yang inklusif, etis, dan setara.
Baca juga: Setelah Suwayda bergolak, mampukah Selatan Global pulihkan Suriah?
Baca juga: BRICS perkuat momentum kolektif bagi kemajuan Global South
Baca juga: Presiden Prabowo usul South-South Economic Compact di KTT Ke-17 BRICS
Pewarta: Livia Kristianti
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.