Indonesia peringkat kedua potensi energi surya di lahan bekas tambang

3 months ago 27

Jakarta (ANTARA) - Indonesia menduduki peringkat kedua global untuk potensi pengembangan energi surya di lahan bekas tambang dan area tidak terpakai, dengan perkiraan kapasitas mencapai 59,45 gigawatt (GW).

Menurut laporan terbaru Global Energy Monitor (GEM) berjudul "Bright Side of the Mine: Solar's Opportunity to Reclaim Coal's Footprint", secara global ada 446 lokasi tambang batu bara seluas 5.820 kilometer persegi yang bisa dimanfaatkan untuk pembangkit listrik tenaga surya hingga hampir 300 GW. Angka ini setara 15 persen dari kapasitas surya dunia saat ini, dan Indonesia memiliki salah satu potensi terbesar.

Namun, meskipun memiliki potensi yang sangat besar, Indonesia baru merencanakan pengembangan energi surya sebesar 600 megawatt (MW) di lahan bekas tambang, jumlah yang relatif kecil dibandingkan kapasitas potensialnya.

“Transisi tambang batu bara ke surya sedang berlangsung, dan potensi ini siap dimanfaatkan di negara-negara produsen batu bara utama seperti Australia, AS, Indonesia, dan India,” kata Cheng Cheng Wu, Manajer Proyek Energy Transition Tracker di Global Energy Monitor, dalam keterangan pers yang diterima di Jakarta, Rabu.

Menurut analisis GEM, Indonesia memiliki 1.190 kilometer persegi lahan bekas tambang di 26 lokasi yang diperkirakan akan ditutup pada 2030, terutama di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur. Lahan ini berpotensi menghasilkan hingga 59,45 GW energi surya jika dikonversi menjadi Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).

Meskipun pemanfaatan lahan bekas tambang untuk PLTS dapat membantu Indonesia mencapai target netral karbon 2060, upaya yang ada dinilai masih sangat minim. Hingga kini, baru ada rencana pembangunan PLTS 600 MW di lahan bekas tambang.

Sebagai contoh, PT Bukit Asam Tbk telah mengumumkan rencana proyek PLTS di tiga lokasi bekas tambang di Sumatera Barat (200 MW), Sumatera Selatan (200 MW), dan Kalimantan Timur (30 MW) sejak 2021, namun proyek ini dinilai belum menunjukkan kemajuan berarti.

Laporan tersebut menyebutkan bahwa mengubah bekas lahan tambang menjadi PLTS adalah peluang emas untuk meningkatkan energi terbarukan dan memulihkan lingkungan. Lokasi-lokasi ini ideal karena sudah kosong, seringkali dekat dengan jaringan listrik, dan memiliki tenaga kerja yang relevan.

Namun, agar transformasi ini berhasil, pemerintah perlu memperbaiki kebijakan, termasuk kerangka kebijakan yang mengutamakan EBT di lahan tambang, strategi investasi yang menggabungkan reklamasi dan EBT, serta memastikan partisipasi pekerja lokal dan masyarakat dalam setiap tahap pembangunan.

“Kami telah melihat apa yang terjadi terhadap komunitas batu bara saat perusahaan bangkrut, yakni adanya pemecatan dan kerusakan. Namun, lahan bekas tambang juga menyimpan potensi besar untuk masa depan energi terbarukan dan ini sudah mulai terjadi,” kata Ryan Driskell Tate, Direktur Asosiasi di Global Energy Monitor.

Menurut laporan itu, mengubah lahan bekas tambang untuk pengembangan energi terbarukan dapat menciptakan banyak lapangan kerja. Diperkirakan ada 259.700 pekerjaan permanen dan 317.500 pekerjaan konstruksi/sementara yang muncul. Angka ini bahkan melebihi jumlah pekerjaan yang diprediksi hilang dari industri batu bara secara global hingga 2035.

Baca juga: Indonesia berpotensi kembangkan 59 GW PLTS di eks lahan tambang

Baca juga: Perkuat transisi energi, Bukit Asam hadirkan PLTS di Kawasan Industri Cilegon

Baca juga: PT Timah ubah lahan bekas tambang di Bangka Barat jadi area pertanian

Pewarta: Shofi Ayudiana
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |