Jakarta (ANTARA) - Ombudsman RI menilai Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) harus mengatur prinsip esensial dalam penerapan keadilan restoratif atau restorative justice.
Menurut Ketua Ombudsman RI Mokhammad Najih, norma dalam RUU KUHAP hanya mengadopsi regulasi yang sudah ada seperti di kepolisian, kejaksaan, maupun surat edaran Jaksa Agung, tetapi tidak menjelaskan esensi keadilan restoratif, batasan penerapannya, serta perlindungan hak korban.
"Potensi malaadministrasi bisa muncul jika keadilan restoratif hanya jadi alat damai paksa," ucap Najih dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di Jakarta, Selasa, seperti dipantau secara daring.
Berdasarkan pengalaman Ombudsman, kata dia, terdapat kasus penerapan keadilan restoratif di tingkat penyidikan dan penuntutan yang menjadi semacam alat paksa karena tidak ada keinginan secara sukarela menempuh mekanisme tersebut.
Dengan demikian, ia menyebutkan terdapat beberapa kasus di mana keadilan restoratif dilakukan secara transaksional lantaran adanya target tertentu dari aparat penegakan hukum untuk mencapai persentase penerapan keadilan restoratif.
"Jadi kadang proses keadilan restoratif itu tidak berjalan sesuai dengan mekanisme yang ditentukan," ungkapnya.
Untuk itu, Najih berpendapat perlu adanya mekanisme kontrol terhadap penerapan keadilan restoratif agar tidak menjadi alat transaksional.
Maka dari itu dalam RUU KUHAP, ia menyarankan adanya esensi terkait persetujuan korban dan pelaku apabila diterapkan mekanisme keadilan restoratif.
Selain itu, dikatakan bahwa diperlukan pula pengaturan keterlibatan masyarakat sebagai mediator independen serta pemulihan bagi korban, bukan sekadar perdamaian formalitas.
"Sering kali terjadi kasus keadilan restoratif ini yang kemudian korban tidak mendapat perlindungan. Dia tetap menjadi korban yang hak-haknya tidak dipulihkan," tutur Najih.
Dia menambahkan, RUU KUHAP juga harus mengatur transparansi dan dokumentasi dalam sistem peradilan pidana terpadu lewat teknologi informasi serta mekanisme pengawasan eksternal agar keadilan restoratif tidak disalahgunakan untuk melindungi pelaku yang memiliki kekuasaan.
Baca juga: Ombudsman: RUU KUHAP jelaskan mekanisme hak tersangka hingga saksi
Baca juga: Anggota DPR dorong revisi KUHAP soal dua alat bukti
Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.