Indef soroti ancaman kompetitor meski tarif impor AS untuk RI terendah

2 months ago 19
Jadi tarif kecil belum tentu aman, belum tentu lebih unggul dari negara lain. Kita harus melihat lagi kondisi eksistingnya, apakah sudah lebih efisien dari mereka dalam membuat suatu barang,

Jakarta (ANTARA) - Lembaga kajian Institute for Development of Economics and Finance (Indef) meminta pemerintah Indonesia untuk waspada dengan pengenaan tarif impor Amerika Serikat sebesar 19 persen untuk produk Indonesia, yang digadang-gadang paling rendah se-Asia Tenggara.

Peneliti Pusat Industri, Perdagangan dan Investasi Indef Ahmad Heri Firdaus mengatakan, rendahnya tarif yang ditetapkan untuk Indonesia tidak secara otomatis akan membuat produk ekspor Indonesia menjadi lebih berdaya saing dibandingkan dengan Vietnam, Malaysia hingga Bangladesh.

"Jadi tarif kecil belum tentu aman, belum tentu lebih unggul dari negara lain. Kita harus melihat lagi kondisi eksistingnya, apakah sudah lebih efisien dari mereka dalam membuat suatu barang," katanya dalam diskusi publik di secara daring di Jakarta, Senin.

Heri menjelaskan bahwa pengenaan tarif yang lebih tinggi untuk Vietnam, Malaysia dan Bangladesh, khususnya pada sektor tekstil, pakaian jadi dan alas kaki, belum nilai ekspor akan mengalami penurunan yang lebih besar daripada Indonesia.

Baca juga: Ekonom: Uni Eropa pasar potensial yang mirip dengan AS

Menurutnya, hal ini berkaitan dengan daya saing kompetitif. Selain faktor tarif, yang harus diperhatikan adalah biaya produksi dari suatu produk, seperti bahan baku, listrik, logistik hingga transportasi. Dengan adanya penambahan tarif, tentu harga jual suatu barang akan semakin mahal.

Akan tetapi, Vietnam atau negara-negara kompetitor memiliki biaya produksi yang lebih efisien dibanding dengan Indonesia, sehingga saat barang tersebut masuk Amerika Serikat harga jual tidak akan lebih tinggi dari produk asal Indonesia.

"Jadi mentang-mentang kita 19 persen, negara lain lebih tinggi kok, tenang saja. Belum tentu juga. Ya lihat lagi biaya untuk menciptakan produk itu gimana di Indonesia dibandingkan dengan di negara-negara lain," ujarnya.

Heri menekankan bahwa pemerintah harus memperhatikan dari sisi Incremental Capital Output Ratio (ICOR), atau rasio yang menggambarkan efisiensi pemanfaatan modal dalam proses produksi.

Baca juga: Menjaga penerimaan negara di tengah babak baru kebijakan tarif Trump

Menurutnya, ICOR Indonesia masih lebih tinggi dibandingkan negara-negara kompetitor yang menjual barangnya di Amerika Serikat. Sementara negara seperti Vietnam telah menurunkan ICOR dengan efisiensi energi, logistik dan tenaga kerja.

"Kita optimistis karena tarifnya lebih kecil, negara lain tarifnya lebih gede, pasti naiknya lebih gede. Nah bisa jadi negara-negara seperti Vietnam, Malaysia, Bangladesh mereka melakukan efisiensi dalam hal biaya produksi. Nah itu yang PR kita," jelasnya.

Baca juga: Prabowo sebut IEU-CEPA jadi alternatif di tengah ketidakpastian dunia

Pewarta: Maria Cicilia Galuh Prayudhia
Editor: Abdul Hakim Muhiddin
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |