Jakarta (ANTARA) - HSBC Global Private Banking (HSBC GPB) memperkirakan aset berisiko akan tetap menjanjikan pada paruh pertama 2025, didukung prospek ekonomi global yang sehat, meluasnya pertumbuhan pendapatan perusahaan, dan pemangkasan suku bunga acuan di berbagai negara.
"Sepanjang tahun 2024, portofolio investasi yang terdiversifikasi terbukti jauh lebih unggul dibandingkan hanya menyimpan uang tunai. Kami perkirakan tren ini akan berlanjut di tahun 2025,” kata Chief Investment Officer, Asia, Global Private Banking and Wealth HSBC Fan Cheuk Wan, di Jakarta, Kamis.
HSBC GPB meyakini kinerja saham akan mengungguli obligasi dan kinerja obligasi akan lebih baik daripada simpanan tunai. HSBC berpandangan overweight terhadap saham global dan netral terhadap obligasi global. Meski demikian, HSBC tetap melakukan pendekatan secara aktif dan taktis dalam memilih obligasi yang tepat agar tetap menghasilkan keuntungan.
“Meskipun kebijakan-kebijakan Pemerintah Amerika Serikat (AS) yang baru menimbulkan ketidakpastian dalam kebijakan domestik, perdagangan, dan keuangan, kami yakin bahwa pemotongan pajak dan deregulasi akan berdampak positif bagi aset-aset berisiko di AS. Hal ini memperkuat overweight taktis terbesar kami pada saham AS dan saham global,” kata Fan.
Demi mengurangi risiko geopolitik dan perdagangan dunia yang tidak menentu, HSBC GPB berpandangan overweight secara taktis pada hedge fund dan emas sebagai sarana lindung nilai dari risiko ekstrem dan untuk diversifikasi portofolio. HSCB juga memperkirakan dolar AS akan tetap kuat.
“Kami juga berpandangan bullish terhadap dolar AS. Selain itu, kami juga overweight pada saham Inggris, Jepang, India, dan Singapura karena potensi pertumbuhan dan profil risiko-imbal balik yang menarik dari aset-aset tersebut,” kata Fan.
Pada lingkup Asia, HSBC GPB merekomendasikan beberapa tema investasi utama termasuk saham-saham perusahaan berkualitas di Asia yang bergantung pada permintaan domestik dan memiliki eksposur terbatas ke pasar AS.
Chief Investment Officer Southeast Asia and ASEAN for Private Banking and Wealth Management HSBC James Cheo memberi contoh, seperti saham-saham perusahaan internet berkualitas dengan valuasi menarik di Tiongkok dan perusahaan yang berfokus pada konsumsi domestik di Jepang.
Kemudian, rekomendasi dari HSBC GPB juga termasuk investasi pada perusahaan-perusahaan berkualitas yang meningkatkan pengembalian saham dengan membayar dividen tinggi atau meningkatkan pembelian kembali saham.
HSBC GPB, ujar Cheo, memandang adanya peluang menjanjikan yang didorong oleh faktor domestik di India dan ASEAN. Dalam hal ini, HSBC lebih berfokus pada perusahaan yang unggul pada konsumsi domestik untuk mengurangi risiko tarif.
Cheo memproyeksikan, pemangkasan suku bunga The Fed yang lebih banyak akan menciptakan lebih banyak ruang bagi bank sentral di Asia untuk menurunkan suku bunga. Hal ini seharusnya menjadi pertanda baik bagi obligasi berkualitas di kawasan Asia.
“HSBC GPB tetap fokus pada obligasi korporasi investment grade dalam denominasi dolar AS di Asia, obligasi dari perusahaan di sektor keuangan Asia, obligasi mata uang lokal di India dan Indonesia, obligasi investment grade dari perusahaan BUMN di Indonesia yang berkualitas tinggi dalam denominasi dolar AS, dan beberapa obligasi gaming Makau dan di sektor teknologi, media dan telekomunikasi (TMT) di Tiongkok,” kata Cheo.
Baca juga: Sinyal positif pasar terhadap aset berisiko dorong penguatan rupiah
Baca juga: Rupiah menguat di tengah membaiknya sentimen pasar pada aset berisiko
Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2025