Ambon (ANTARA) - Universitas Pattimura (Unpatti) Ambon, Maluku menghadirkan Guru Besar Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Prof Abdul Haris Fatgehipon dalam orasi ilmiah tentang studi resolusi konflik Maluku 1999-2002.
“Hari ini kami mendengarkan langsung orasi ilmiah pengukuhan guru besar Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum Universitas Negeri Jakarta yang juga kolaborator kami dalam studi resolusi konflik di Maluku yakni Prof Abdul Haris Fatgehipon,” kata Rektor Unpatti Prof Freddy Leiwakabessy dalam keterangan tertulis yang diterima di Ambon, Sabtu.
Menurut Rektor, studi tentang resolusi konflik yang terjadi di Maluku sangat diperlukan selain untuk menambah khasanah keilmuan juga sebagai ensiklopedia bagi generasi muda di Maluku terkait pentingnya merawat perdamaian.
"Sesuai dengan semboyan orang Maluku yang mengedepankan persaudaraan,” ujarnya.
Sementara itu dalam orasi ilmiahnya, Prof Abdul Haris Fatgehipon menyampaikan resolusi konflik Ambon 1999 – 2022 merupakan pelajaran yang berharga dalam menjaga perdamaian di Indonesia.
“Studi resolusi konflik, telah menjadi bidang akademik tersendiri pasca perang dunia. Perkembangannya di dunia dimulai sejak 1950-an dan 1960-an, saat ancaman nuklir dan konflik antar negara adidaya mengguncang stabilitas global. Di Indonesia sendiri, perhatian serius terhadap bidang ini muncul pasca Reformasi 1998, ketika konflik vertikal dan horizontal merebak dari Aceh hingga Papua,” jelasnya.
Baca juga: Akademisi: Penguatan integrasi sosial penting cegah konflik di Ambon
Baca juga: 25 tahun Maluku merawat toleransi antarsuku ras dan agama
Menurutnya, konflik Ambon bukan letupan spontan, melainkan rekayasa berlapis.
Ia menyoroti konflik itu, bagian dari dinamika geopolitik dan sosial yang kompleks, yang justru melahirkan pelajaran penting bagi studi resolusi konflik di Indonesia.
"Indonesia sebagai negara multi-etnis, agama, dan budaya adalah laboratorium hidup untuk studi perdamaian dan konflik,” jelasnya.

Orasi ini kata dia bukan hanya hasil pemikiran konseptual, melainkan buah riset panjang dan kolaboratif sejak tahun 2012 antara Universitas Pattimura dan Dewan Ketahanan Nasional.
“Tim riset mewawancarai para raja negeri, tokoh agama, akademisi, hingga aktor utama seperti Panglima Laskar Jihad, Zafar Umar Talib, yang punya pengalaman bertempur di Afghanistan melawan Rusia. Riset tak hanya berfokus di dalam negeri,” ungkapnya.
Penyelesaian konflik Ambon sendiri dilakukan secara holistik yang melibatkan pendekatan keamanan, dialog, hukum, dan rehabilitasi. Salah satu pilar kuatnya adalah peran intelijen, namun banyak pihak menilai bahwa pada 19 Januari 1999, TNI dan Polri gagal melakukan deteksi dini.
Baca juga: Akademisi: Maluku jadi laboratorium perdamaian dunia pascakonflik 1999
Baca juga: Polda Maluku: Kondisi Ambon kembali kondusif usai bentrok antarwarga
Berangkat dari pendekatan itulah menurut dia, sistem Pela Gandong mulai ditanamkan untuk generasi baru di Maluku.
Ia menilai sistem ini merupakan jembatan perdamaian masa depan. Upaya meredam konflik tak berhenti pada pendekatan keamanan. Pemerintah juga menggalang dialog antara kelompok yang berkonflik.
“Jenderal Wiranto menugaskan 19 perwira Maluku untuk 'pulang kampung', berdialog langsung dengan masyarakat. Presiden BJ Habibie turut mengirimkan Menteri ke Ambon, meski ia gagal menghentikan konflik, namun sukses menyelenggarakan Pemilu 1999 secara damai,” jelasnya.
“Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) pun membuka pintu bagi akademisi dan ulama untuk menyuarakan pandangan tentang konflik Maluku. Dari hasil wawancara dengan anggota Laskar Jihad, terungkap bahwa mereka merasa terpanggil karena Pemerintah dianggap gagal melindungi umat Islam di Ambon, serta ingin menjaga NKRI dari ancaman separatisme RMS,” jelasnya.
Melalui studi yang dilakukan ini diharapkan dapat menjadi contoh resolusi konflik di Indonesia. Disamping itu, studi ini juga diharapkan mampu merawat perdamaian di bumi Maluku.
Baca juga: 11 Desa di Maluku tengah deklarasi damai akhiri konflik antardesa
Baca juga: Kodam XVI/Pattimura musnahkan 723 senjata api sisa konflik Maluku
Pewarta: Ode Dedy Lion Abdul Azis
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2025