Penajam Paser Utara (ANTARA) - Gubernur Kalimantan Timur (Kaltim) Rudy Mas’ud mengenalkan sosok Aji Geleng sebagai tokoh pemersatu Kesultanan Paser dan Kesultanan Kutai yang dianggap berperan memberi landasan kokoh peradaban di wilayah Penajam Paser Utara yang kini menjadi lokasi Ibu Kota Nusantara ( IKN)
“Kehadiran IKN tidak terjadi di ruang kosong. Ia berdiri di atas warisan peradaban yang telah ada sejak ratusan tahun lalu,” kata Rudy Mas'ud saat meresmikan peluncuran buku “Aji Galeng dari Paser Utara Penjaga Negeri Peletak Peradaban” di Gedung Otorita IKN, Selasa.
Rudy mengapresiasi Yayasan Aji Galeng, Departemen Ilmu Sejarah Universitas Indonesia (UI), serta seluruh pihak yang berperan dalam penyusunan buku tersebut.
“Semoga akan lahir karya sejarah dari Kutai, Kota Bangun, hingga daerah lainnya agar kita semua tetap terhubung dengan akar peradaban,” katanya.
Peluncuran buku ini sekaligus menjadi momentum memperkuat semangat kebangsaan dan jati diri masyarakat Kaltim, yang dikenal sebagai miniatur Indonesia karena keberagaman suku, budaya, dan agama.
“Kaltim kaya, beragam, dan setia pada NKRI. Semangat persatuan dan nilai sejarah harus kita jaga, terlebih di tengah pembangunan IKN menuju kota dunia,” ucap Rudy.
Baca juga: "Historipedia Kalimantan Timur", merajut IKN dari sejarah Bumi Etam
Ketua Yayasan Aji Galeng, Bambang Arwanto menyebut buku ini sebagai upaya menggali kembali jejak tokoh lokal yang berperan penting dalam menjaga negeri dan membangun persatuan.
“Dengan peluncuran buku ini, kita menggali sejarah tokoh lokal yang bisa memberikan spirit bagi pembangunan IKN, memupuk rasa patriot, cinta tanah air, dan membangun peradaban dengan semangat kebersamaan,” ucapnya.
Aji Galeng lahir pada tahun 1790 dari garis bangsawan Kesultanan Paser dan Kutai. Ia dikenal sebagai figur kharismatik yang mampu mempersatukan dua tanah, Telake dan Balik, melalui ikatan politik antara Kesultanan Kutai dan Kesultanan Paser. Tanah itu menjadi Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) dan sebagian Kutai Kartanegara (Kukar), dimana IKN berada .
Perjalanan hidupnya penuh perjuangan. Pada 1819 Sultan Kutai Kartanegara ke-16 Aji Muhammad Salehuddin mengangkat Aji Galeng sebagai panglima perang. Setahun kemudian ia memimpin pasukan mengusir serangan Inggris yang merampas kebun rotan dan sarang burung walet di Muara Pahu, Toyu, dan Sepaku.
Baca juga: Kemensetneg mengamplifikasi sejarah ibu kota lewat pameran arsip
Pada 1821 Aji Galeng dinobatkan sebagai Panembahan dan ditugasi memimpin wilayah Telake-Balik yang berpusat di Lembakan dengan tugas utama bukan hanya menjaga kekayaan negeri, tetapi juga mempersatukan rakyat.
Kehebatannya semakin tampak saat menghadapi Belanda. Tahun 1825 ia memimpin pertempuran sengit di Sepaku selama 93 hari dan berhasil memukul mundur pasukan kolonial.
Pada 1880 Aji Galeng bersama cucunya Aji Sumegong selaku Adipati Sepaku sekaligus panglima muda, kembali menorehkan kemenangan besar dengan menggagalkan ambisi Belanda menguasai sarang burung walet di Toyu dan Sepaku.
Aji Galeng wafat pada 1882 dan dimakamkan di Lembakan. Namun jejak perjuangan dan semangatnya tetap hidup. Tokoh ini kini dipandang sebagai simbol persatuan, penjaga kekayaan negeri, sekaligus peletak peradaban di tanah yang kini menjadi pusat pemerintahan baru Indonesia.
Peluncuran buku Aji Galeng diharapkan menjadi momentum memperkuat identitas, kecintaan pada Tanah Air, serta semangat membangun IKN bukan hanya dengan beton dan baja, melainkan juga dengan jiwa dan nilai luhur warisan para leluhur.
Baca juga: Pameran Arsip Kepresidenan ungkap sejarah ide perpindahan ibu kota
Pewarta: Arumanto
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.