GKR Hemas: Kesehatan mental perempuan harus jadi agenda prioritas

11 hours ago 3
...Negara tidak boleh menunda perlindungan mereka

Semarang (ANTARA) - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas, menegaskan bahwa kesehatan mental perempuan tidak boleh dianggap sepele dan harus menjadi agenda prioritas negara.

"Kesehatan mental perempuan bukan urusan individu, tetapi tanggung jawab negara dan masyarakat. Ketika ratusan perempuan menjadi korban tiap tahun, itu menandakan ada yang salah dalam sistem perlindungan kita," katanya, di Semarang, Minggu.

Hal tersebut diungkapkannya dalam focus group discussion (FGD) bertema "Menyingkap Beban Ganda dan Trauma: Eksplorasi Mendalam Kesehatan Mental Perempuan di Era Kontemporer" di Universitas PGRI Semarang (Upgris).

Menurut dia, Indonesia tengah menghadapi krisis kesehatan mental perempuan yang tidak boleh lagi dipandang sebagai isu pinggiran.

Meski pemerintah telah memiliki payung hukum seperti Undang-Undang tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (PDKRT) dan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), kata dia, implementasinya masih harus diperkuat.

Baca juga: Menteri PPPA ungkap kesehatan mental pemicu kekerasan seksual

Ia juga mendorong agar RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) segera disahkan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2026.

"Pekerja rumah tangga sebagian besar adalah perempuan, dan mereka termasuk kelompok paling rentan. Negara tidak boleh menunda perlindungan mereka," kata Hemas.

Dalam paparannya, ia juga menyoroti meningkatnya ancaman di ruang digital. Ia menilai maraknya Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO).

Termasuk, "cyberbullying", pelecehan seksual digital, hingga deepfake pornografi telah menambah beban psikologis perempuan secara signifikan.

"Teknologi memberi peluang, tetapi juga melahirkan bentuk-bentuk kekerasan baru yang sangat merusak mental perempuan. Sehingga dibutuhkan segera gerakan kolektif untuk menciptakan lingkungan yang aman bagi perempuan dan kesehatan mentalnya," pungkasnya.

Sementara itu, Wakil Ketua Komite I DPD RI Muhdi menambahkan bahwa "deepfake" bukan hanya kejahatan digital, tetapi bentuk kekerasan seksual yang nyata terhadap perempuan.

Menurut dia, banyak pelaku, khususnya laki-laki justru tidak memahami perbuatannya melanggar aturan hukum yang berlaku.

Baca juga: Klinik-klinik baru di China hadirkan dukungan kesehatan mental khusus untuk perempuan

"Kita dorong memang membangun kesadaran bahwa tindakan perilaku seperti itu tidak dibenarkan, bahkan bisa masuk kategori kekerasan terhadap perempuan, bisa masuk pelecehan," kata mantan Rektor Upgris itu.

Ia juga menekankan pentingnya kolaborasi masyarakat dan aparat penegak hukum agar pelaku tidak lagi dibiarkan bebas melakukan kekerasan seksual digital.

"Maka saya kira kita harus bersama-sama sosialisasikan, kita berdayakan, kita vokasi dan aparat juga harus bertindak terhadap tindakan-tindakan yang sudah bisa kita kategorikan melanggar," katanya.

Baca juga: Pelayanan kesehatan mental bagi korban kekerasan perlu ditingkatkan

Baca juga: KemenPPPA tekankan pentingnya perempuan jaga kesehatan mental

Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Bernadus Tokan
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |