DLH Kaltim nilai pemindahan batu bara antar kapal sumber pencemaran

1 month ago 7
Dari keseluruhan tahapan kegiatan batu bara, aktivitas di perairan, khususnya saat STS, dan pembersihan tongkang, memiliki kontribusi terhadap pencemaran

Samarinda (ANTARA) - Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) menyoroti aktivitas pemindahan batu bara antar kapal atau Ship To Ship (STS) di perairan sebagai salah satu sumber pencemaran lingkungan yang memerlukan perhatian serius.

"Dari keseluruhan tahapan kegiatan batu bara, aktivitas di perairan, khususnya saat STS, dan pembersihan tongkang, memiliki kontribusi terhadap pencemaran," ujar Kepala Bidang Penaatan dan Peningkatan Kapasitas Lingkungan Hidup DLH Kaltim Rudiansyah di Samarinda, Senin.

Menurutnya, polusi debu batu bara menjadi persoalan utama dalam proses tersebut. Ketinggian alat angkut (grab crane) dari tongkang ke kapal induk (mother vessel) serta celah yang mungkin timbul di antara kedua kapal menjadi titik kritis yang dapat menyebabkan tumpahan dan penyebaran debu ke lingkungan perairan.

Untuk meminimalkan dampak tersebut, Rudiansyah menyarankan penggunaan teknologi penyemprot (sprayer) di area pemuatan baik di pelabuhan maupun saat aktivitas STS berlangsung. Fasilitas ini diyakininya dapat mengikat debu batu bara agar tidak mudah beterbangan.

Baca juga: Komitmen Kaltim lepas ketergantungan dari batu bara dan migas

"Selain it, perlu dipastikan alat angkut tertutup rapat dan celah antara tongkang dengan kapal induk ditutup dengan lapisan pelindung untuk mencegah material jatuh ke laut," jelasnya.

DLH Kaltim juga secara tegas menolak metode pembersihan sisa batu bara di tongkang yang selama ini diajukan sejumlah pihak. Praktik pembersihan dengan memindahkan sisa material dari tongkang ke kapal yang lebih kecil dinilai tidak sesuai dengan peraturan pengelolaan limbah.

Rudiansyah mengungkapkan DLH Kaltim secara konsisten tidak pernah menyetujui izin untuk kegiatan tersebut sejak tahun 2013. Alasannya, kata dia, sisa batu bara dari proses usaha tidak dapat dikategorikan sebagai limbah sesuai definisi dalam peraturan perundang-undangan lingkungan hidup.

Baca juga: DLH Kaltim genjot TPA terpadu atasi 57 persen sampah tak terkelola

"Kami memandang sisa batu bara itu bukan limbah dalam pengertian yang dimaksud undang-undang, sehingga metode pembersihannya pun harus ditangani secara khusus oleh perusahaan, bukan dibuang atau dipindahkan sembarangan," tegasnya.

Pihaknya juga menyoroti kerangka hukum yang ada yakni Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) Nomor 4 Tahun 2012, belum secara spesifik mengatur aktivitas pengangkutan hingga STS.

Regulasi tersebut hanya berfokus pada kegiatan di area tambang dan reklamasi pasca-tambang, sehingga diperlukan pengawasan yang lebih ketat untuk aktivitas di luar area konsesi.

Baca juga: Kaltim miliki 287 bank sampah kelola limbah plastik menjadi bernilai

Pewarta: Ahmad Rifandi
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |