DLH Jateng: 37 persen sampah masih terbuang ke lingkungan

2 months ago 5

Semarang (ANTARA) - Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLKH) Jawa Tengah Widi Hartanto menyebutkan setidaknya masih ada 37 persen sampah yang terbuang ke lingkungan atau belum terolah secara baik, sehingga berpotensi mencemari lingkungan.

"Masih ada 37 persen sampah yang terbuang ke lingkungan, masih ada pembakaran sampah, ditimbun di pekarangan. Ini perlu di-treatment, perlu upaya yang sangat besar untuk menangani masalah sampah sampai ke tingkat desa," katanya saat membuka Circular Economy Forum 2025, di Semarang, Rabu.

Ia menjelaskan saat ini baru 2,6 juta ton sampah yang berhasil dikelola di Jateng, padahal masih ada nilai ekonomi yang bisa digali dari tumpukan sampah tersebut.

Baca juga: Pemprov Jateng segera bentuk satgas pengelolaan sampah

Menurut dia, komposisi sampah yang diproduksi Jateng, utamanya masih sampah organik, yaitu sampah makanan yang punya persentase sebesar 40 persen dari total keseluruhan sampah yang dibuang.

"Sebanyak 20 persen sampah yang terbuang adalah sampah plastik dan sisanya sampah kertas dan karton," katanya.

Dengan menerapkan prinsip ekonomi sirkular, kata dia, tumpukan sampah itu sebetulnya masih memiliki nilai ekonomi tersendiri.

"Botol minuman kemasan itu bisa dijual, termasuk kertas, koran itu bisa. Sebenarnya semua bernilai ekonomi, hanya tinggal kita mau enggak untuk melakukan pemilahan di rumah," katanya.

Untuk itu, Widi memberikan apresiasi atas inisiatif penyelenggaraan Circular Economy Forum 2025, yang menjadi langkah forum yang strategis, yang diinisiasi oleh para pelaku usaha.

Circular Economy Forum 2025 diselenggarakan oleh Bisnis Indonesia dan DLHK Jateng dengan dukungan dari Coca Cola Europacific Partners (CCEP) Indonesia dan Kawasan Industri Wijayakusuma.

Kegiatan tersebut melibatkan pelaku usaha, akademisi, asosiasi, juga kelompok masyarakat untuk mendorong implementasi ekonomi sirkular secara berkelanjutan di Jawa Tengah.

Pakar ekonomi lingkungan Universitas Negeri Semarang (Unnes) Prof Amin Pujiati menjelaskan bahwa ekonomi sirkular dapat menjadi alternatif solusi pengelolaan sampah di Jateng, namun prinsip tersebut masih menyisakan sejumlah tantangan untuk bisa diterapkan.

"Kendala terbesar saat ini adalah keterbatasan sumber daya manusia dan kesadaran. Jadi, penanganan limbah ini paling banyak dibuang, yang dikelola hanya sedikit saja. Dalam konteks ekonomi sirkular pada sektor pangan, yang sudah banyak dilakukan itu adalah repurpose," kata Wakil Dekan Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) Unnes itu.

Baca juga: Jateng beri penghargaan 48 Desa Mandiri Sampah

Baca juga: Kota Semarang dibiayai USAID untuk program pengurangan sampah plastik

Kendala itu juga yang menjadikan implementasi ekonomi sirkular terkesan tidak banyak memberikan dampak positif, karena belum serentak dan spasial, padahal dampaknya besar sekali sebagaimana terlihat dari data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).

Sementara itu, Regional Public Affairs Manager Coca-Cola Europacific Partners (CCEP) Indonesia Armytanti Hanum Kasmito mengungkapkan mekanisme pengelolaan sampah kemasan di perusahaan itu dimulai dengan upaya mengumpulkan kembali plastik kemasan yang diproduksi melalui Collection Center yang dibangun di beberapa lokasi.

Ada 36 Collection Center yang telah dibangun CCEP di Indonesia, dan tiga diantaranya berada di Jateng yang sepanjang 2024 berhasil mengelola 30.000 ton sampah plastik.

"Itu sudah lebih dari 50 persen total kemasan plastik yang kami produksi. Tetapi, kami tidak bisa bilang semua itu kemasan plastik dari kami, karena kami tidak eksklusif dalam mengolah limbah," katanya.

Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |