Jakarta (ANTARA) - Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum (Kemenkum) mengimbau pendesain agar mengajukan permohonan pelindungan Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu (DTLST) sebagai aset tak terlihat di balik elektronik modern.
Pemeriksa Paten Ahli Muda pada DJKI Kemenkum Umi Yuniati menjelaskan pelindungan hukum terhadap DTLST dapat diberikan apabila desain tersebut orisinal, dengan kata lain hasil karya intelektual tersebut dibuat secara mandiri, bukan tiruan.
“Selain itu, desain juga tidak bersifat umum bagi para pendesain pada saat dibuat. Ini untuk memastikan bahwa pelindungan hanya diberikan kepada karya yang benar-benar memiliki nilai tambah dan kontribusi terhadap kemajuan teknologi,” kata Umi dalam keterangan tertulis yang dikonfirmasi di Jakarta, Rabu.
Dia menuturkan DTLST mungkin masih terdengar asing, namun di balik setiap gawai elektronik yang masyarakat gunakan sehari-hari, tersimpan "peta mikroskopis" yang sangat rumit tersebut.
DTLST adalah cetak biru yang menentukan susunan tata letak dan hubungan antara berbagai komponen mikro seperti transistor dan resistor agar perangkat dapat berfungsi sesuai rancangan.
Baca juga: Kemenkum dan WIPO perkuat kerja sama perlindungan kekayaan intelektual
Dia mengatakan bahwa desain tersebut bukan sekadar gambar teknis biasa, melainkan sebuah karya yang setara dengan bentuk kekayaan intelektual lainnya, seperti paten atau hak cipta.
Di zaman modern yang serba elektronik, kata dia, peran sirkuit terpadu atau integrated circuit (IC) sangat vital. IC merupakan suatu rangkaian pada sebuah chip yang mengintegrasikan ribuan atau lebih elemen elektronik untuk menjalankan berbagai fungsi.
"Di balik kinerja setiap IC, terdapat DTLST yang merupakan inti dari efisiensi dan fungsionalitas perangkat," tuturnya.
Mengingat kompleksitas dan nilai inovatifnya, Umi menyampaikan DTLST diakui sebagai kekayaan intelektual, di mana pelindungannya diatur secara internasional melalui perjanjian Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPS) oleh Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
Indonesia sebagai negara anggota WTO, kata dia, telah mengadopsi ketentuan itu melalui Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000 tentang DTLST. Regulasi tersebut memberikan hak eksklusif kepada pendesain atau pemegang hak untuk memanfaatkan desainnya secara komersial dan melarang pihak lain menggunakannya tanpa izin.
Sementara itu menilik dari jangka waktu pelindungannya, ia menyebutkan DTLST dilindungi selama 10 tahun, terhitung sejak tanggal pertama kali dieksploitasi secara komersial di manapun di dunia atau sejak tanggal penerimaan permohonan pendaftaran, mana yang lebih dahulu.
“Hal lain yang penting untuk diingat, yaitu jika desain sudah dieksploitasi secara komersial, permohonan pendaftaran wajib diajukan paling lambat dalam waktu dua tahun setelah eksploitasi pertama kali. Jika melewati tenggat waktu ini, hak pelindungan hukum bisa hilang,” ungkap Umi.
Dari sisi biaya, pemerintah melalui Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2024 telah menetapkan tarif permohonan pendaftaran DTLST dengan skema yang berbeda.
Baca juga: Kemenkum-Kemenbud perkuat perlindungan KI di sektor kebudayaan
Disebutkan bahwa untuk pelaku usaha mikro, usaha kecil, lembaga pendidikan, serta lembaga penelitian dan pengembangan pemerintah, ditetapkan biaya sebesar Rp400 ribu setiap permohonan, sebagai bentuk dukungan negara untuk mendorong perlindungan kekayaan intelektual di kalangan pelaku usaha kecil.
Sementara untuk pemohon umum, sambung Umi, termasuk perusahaan besar dan perorangan non-Usaha Mikro dan Kecil (UMK), biaya ditetapkan sebesar Rp700 ribu setiap permohonan.
Ia mengatakan kebijakan diferensiasi tarif tersebut bertujuan untuk mendorong inklusi perlindungan kekayaan intelektual, khususnya di sektor teknologi serta memberikan kemudahan akses bagi UMK.
Per 30 Juni 2025, kata Umi, jumlah DTLST yang terdaftar dan berstatus aktif dalam Pangkalan Data Kekayaan Intelektual (KI) tercatat sebanyak sembilan desain.
Dia berpendapat angka itu menunjukkan bahwa tingkat pemanfaatan rezim perlindungan DTLST di Indonesia masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan potensi inovasi di sektor teknologi dan elektronika.
Dengan demikian, menurut Umi, rendahnya jumlah pendaftaran mengindikasikan bahwa diperlukan peningkatan sosialisasi, fasilitasi, dan kesadaran pelaku industri akan pentingnya mendaftarkan DTLST mereka untuk mendapatkan perlindungan hukum dan nilai tambah ekonomi melalui kekayaan intelektual.
Sebagai langkah preventif terhadap kesalahan pemahaman yang masih kerap terjadi, dia pun menyarankan agar para pendesain dapat melakukan konsultasi awal ke DJKI sebelum mereka mengajukan permohonan pendaftaran DTLST.
Baca juga: Anggota Komisi XIII DPR minta DJKI Kemenkum permudah UMKM daftar HKI
Dia menjelaskan bahwa hal tersebut menjadi sangat penting, mengingat masih banyak yang keliru dalam mengidentifikasi apakah hasil desain mereka memang tergolong sebagai objek DTLST atau tidak.
Ia mengungkapkan kesalahan umum yang sering dijumpai adalah pengajuan layout papan sirkuit tercetak (PCB), padahal desain itu bukan merupakan objek DTLST.
Pasalnya, kata dia, DTLST merujuk secara spesifik pada struktur tiga dimensi internal dari chip atau IC, bukan sekadar skema rangkaian atau posisi komponen pada PCB.
"Oleh karena itu, pemahaman yang tepat mengenai objek DTLST sangat krusial agar pendesain tidak salah arah dalam melindungi inovasinya, dan potensi pelindungan hukum yang diperoleh pun sesuai dengan karakter teknis dari hasil karyanya,” tuturnya.
Baca juga: Kemenkum catat 1,74 juta permohonan KI selama satu dekade
Baca juga: Kemenkum catat 296 perkara pelanggaran KI terjadi dalam tujuh tahun
Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.