Banjarbaru (ANTARA) - Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) menemukan delapan perusahaan pemegang konsesi izin berusaha di bidang kehutanan dan perkebunan di Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) diduga terlibat sebagai pelaku atau pembiaran kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
“Kami identifikasi empat perusahaan di bidang kehutanan dan empat perusahaan di bidang perkebunan. Areal kerja mereka terbakar, kami sedang selidiki,” kata Menteri LH Hanif Faisol Nurofiq dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Karhutla di Banjarbaru, Kalimantan Selatan, Kamis.
Saat ini, tim KLH sedang melakukan penyelidikan, baik melalui pendekatan maupun dengan prosedur lainnya.
“Lahan yang terbakar ini adalah tanggung jawab pemegang izin konsesi. Tadi sempat saya melihat beberapa titik terbakar di lahan perusahaan itu, segera kami tindak,” katanya.
Baca juga: Kalteng prioritaskan deteksi dini cegah karhutla
Ia memastikan setelah tim menyelesaikan penyelidikan, pihaknya bersama Polda Kalsel melakukan penegakan hukum tanpa memandang perusahaan pemegang izin itu sengaja atau tidak sengaja sebagai penyebab lahan terbakar.
Menurut dia, Provinsi Kalsel tidak serumit Provinsi Kalteng dan Kalbar terkait karhutla karena di provinsi ini lahan gambut hanya berkisar 300.000 hektare.
Oleh karena berbeda dengan lahan gambut di Kalteng mencapai 4,9 juta hektare dan di Kalbar mencapai 2,1 juta hektare, kata dia, seharusnya penegakan hukum dan pencegahan karhutla bisa dilakukan lebih baik dibandingkan dengan dua provinsi tetangga.
“Kalau Kalbar dan Kalteng begitu terbakar maka sangat rumit penanganan. Tapi justru kejadian karhutla pada 2023 Provinsi Kalsel yang juara, paling luas yang terbakar se-Indonesia,” ujar Hanif.
Baca juga: Wamenhut: Pemerintah pusat-daerah kolaborasi atasi karhutla di Kaltim
Baca juga: BNPB umumkan dua warga jadi korban karhutla di Kalimantan Barat
Baca juga: Pemerintah 63 kali padamkan karhutla di Kaltim sejak awal 2025
Pewarta: Tumpal Andani Aritonang
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.